: : :                    “Integrity is doing the right thing even when no one is watching. C.S. Lewis”                    : : :

Artikel: Korupsilah dalam Pelukan Koalisi

Korupsilah dalam Pelukan Koalisi

Denny Indrayana Guru Besar Hukum Tata Negara Senior Partner INTEGRITY Law Firm Registered Lawyer di Indonesia dan Australia

Saya sudah tidak lagi percaya dengan agenda pemberantasan korupsi Presiden Joko Widodo. Cukuplah sekali saja saya terbuai dengan halusinasi dan sensasi kampanye antikorupsi yang disuarakannya pada Pilpres 2014. Dalam perjalanannya, infrastruktur penegakan hukum dan pemberantasan korupsi adalah kegagalan utama pemerintahan Jokowi.

Presiden Jokowi Aktor Utama Pelumpuhan KPK

Presiden Jokowi adalah aktor yang paling bertanggung jawab dengan pelumpuhan dan mati-surinya Komisi Pemberantasan Korupsi. Sejak lama, KPK yang kuat dan efektif membuat para koruptor gerah dan melancarkan serangan balik (corruptors fight back). Salah satu modusnya adalah dengan mendorong perubahan UU KPK. Ketika kami mengemban amanah selaku Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, HAM dan Pemberantasan KKN (2008-2011) maupun Wakil Menteri Hukum dan HAM (2011-2014), keinginan untuk melemahkan KPK melalui proses legislasi itu sudah mengemuka.

Alhamdulillah, Presiden SBY tidak menyetujui politik hukum pelemahan KPK tersebut. Tentu banyak catatan pula terkait program pemberantasan korupsi di era SBY, tetapi satu yang mesti adil diberi apresiasi adalah, Beliau teguh tidak menyalahgunakan kekuasaannya untuk mengerdilkan KPK.

Padahal banyak kasus korupsi yang disidik KPK telah merusak reputasi Partai Demokrat, bahkan keluarganya. Ada besan, menteri, pimpinan, hingga para kader utama yang terjerat kasus korupsi. Satu sisi, itu menunjukkan ada kerja antikorupsi yang perlu dibenahi serius dalam tubuh Partai Demokrat. Pada sisi lain, hal demikian menunjukkan Presiden SBY tidak ikut cawe-cawe menggunakan pengaruh dan kekuasaannya untuk mengintervensi kerja-kerja KPK.

Ujungnya, karena citra korupsi yang sempat melekat-kuat pada Partai Demokrat, kursinya di DPR menukik tajam dari awalnya 148 hasil Pemilu 2009, menjadi hanya 61 di Pemilu 2014. Itulah pengorbanan mahal yang harus dibayar Presiden SBY ketika konsisten disiplin menegakkan agenda pemberantasan korupsi di tanah air.

Berbeda halnya dengan Presiden Jokowi, intervensi untuk melemahkan KPK bukan hanya dibiarkan, tetapi saya berkeyakinan dilakukan. Kalaupun ada segelintir menteri dan kader partai berkuasa yang dijerat KPK, hal demikian tidak bisa menghilangkan fakta bahwa ada Harun Masiku yang disembunyikan ditelan bumi, tidak lain karena kasusnya terkait erat, dan akan mengungkap tuntas keterlibatan sang petinggi partai. Sedikitnya kasus korupsi yang menjerat partai berkuasa bukan berarti kurangnya korupsi di lingkaran kekuasaan, tetapi KPK-nya berhasil dijinakkan dan diarahkan. Hanya memukul lawan oposisi, sambil dimanfaatkan untuk memproteksi dan merangkul kawan koalisi.

Koalisi di sini bukan berarti hanya unsur parpol, tetapi juga kroni oligarki. Saya haqul yakin dugaan korupsi oleh anak-anak Jokowi yang dilaporkan Ubedilah Badrun ke KPK, karena berkolusi bisnis dengan salah satu kerabat oligarki, tidak akan berproses kemana-mana. Diam ditempat, sebelum mati kehabisan nafas karena dipetieskan.

Setali tiga uang dengan kasus dugaan korupsi perpajakan yang melibatkan mafia oligarki tambang batubara di Kalsel. Jangankan berproses, Presiden Jokowi bahkan rela menjadi tameng hukum dengan menghadiri peresmian pabrik biodieselnya pada Oktober 2021, setelah sebelumnya di Oktober 2020 juga meresmikan pabrik gula grup usaha yang sama di Sulawesi.

Kenapa sedemikian murah pin kepresidenan digadaikan wibawanya? Karena Sang Oligarki sudah menggelontorkan saham tidak sedikit saat menjadi tim kampanye pilpres di 2019. Sehingga, pembayaran dividennya berupa proteksi dan bunker dari dugaan kasus korupsinya di KPK.

Sudah sedemikian terang lemahnya spirit antikorupsinya, Presiden Jokowi masih mencoba ngeles, lempar batu sembunyi tangan, atas hadirnya UU 19 Tahun 2019 yang merubah dan melumpuhkan KPK. Jokowi berkilah RUU perubahan adalah inisiatif DPR. Padahal semua paham, Presiden sangat bisa menolak membahas, apalagi menyetujuinya.

Sejatinya dengan kursi koalisi mayoritas DPR, Presiden bukan hanya bisa menolak perubahan UU KPK, tetapi bisa super cepat menggolkan  RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Pembayaran Uang Tunai. Sebagaimana Presiden Jokowi bisa super kilat, dengan minim sosialisasi sekalipun, menggolkan UU IKN, UU Cipta Kerja, dan Perubahan UU Minerba yang menguntungkan kroni bisnis dan kepentingan bohir oligarkinya.

Melalui Perubahan UU KPK, Komisi antikorupsi dirampas independensinya, diletakkan di bawah perintah Presiden Jokowi. Tidak cukup dengan melemahkan regulasinya, Presiden juga merusak institusinya. Seleksi Pimpinan KPK yang dibentuk Jokowi menghadirkan komisioner yang bermasalah secara etika. Para pejuang utama antikorupsi, dieliminasi melalui rekayasa Tes Wawasan Kebangsaan. Hasilnya, KPK yang lumpuh paripurna, secara institusional kehilangan independensi, secara personal kehilangan moralitas pribadi.

Presiden Jokowi Mempolitisasi Kasus Hukum

Presiden Jokowi tidak jujur ketika mengatakan tidak ikut cawe-cawe dalam menentukan koalisi dan kandidat paslon presiden dan wakil presiden 2024. Di panggung belakang, Presiden aktif melobi para pimpinan partai dengan memberi preferensi kepada Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto, sambil menunjukkan resistensi kepada Anies Baswedan.

Salah satu instrumen utama yang dimanfaatkan adalah kasus hukum sebagai alat tukar dan daya tawar. Melalui kekuatan kendali atas KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan, pimpinan parpol yang tidak sejalan dengan strategi Presiden Jokowi akan diancam dimunculkan kasusnya, sebaliknya yang tunduk patuh akan disimpan perkaranya.

Maka, muncullah penegakan hukum yang tebang pilih, tidak lagi berdasarkan kekuatan alat-bukti, tetapi lebih kepada posisi koalisi ataukah oposisi. Jika tetap dalam koalisi Jokowi, maka dugaan kasus korupsi minyak goreng, kardus duren, izin usaha hutan dan lain-lain tidak akan ditimbulkan. Tetapi jika meloncat lepas dari strategi, beroposisi dengan mendeklarasikan capres yang dianggap antitesa Jokowi, maka muncullah kasus korupsi BTS dan sejenisnya.

Jangan salah sangka. Saya tentu mendukukung setiap upaya pemberantasan korupsi, kepada siapapun. Namun saya menolak pedang tajam pemberantasan korupsi memilah dan memilih sasarannya. Bukan tanpa alasan ketika Dewi Keadilan digambarkan memegang pedangnya sambil menutup matanya. Itu adalah filosofi dasar bahwa hukum harus ditegakkan tanpa memandang bulu pelakunya. Ketika mata pedang hukum bisa melihat, dan sasarannya ditebaskan hanya pada lawan politik, dan sengaja dilepaskan kepada kawan politik, maka penegakan hukum demikian justru sangat berbahaya, dan rentan manipulasi.

Hukum harus memberantas tindak pidana korupsi yang dilakukan siapapun, lawan oposisi, ataupun kawan koalisi. Karena yang harus diperjuangkan adalah kepentingan kebangsaan antikorupsi, bukan perlindungan untuk perkoncoan yang kolutif ataupun gangster oligarki yang koruptif.

Apakah dugaan kasus korupsi BTS yang menjerat Sekjen Partai Nasdem Johnny G. Plate adalah murni perkara hukum, harus dibuktikan melalui proses peradilan yang bebas intervensi politik. Namun, melihat momentum dan dinamika yang sekarang ada, sangat sulit untuk tidak berhipotesis bahwa kasus ini sarat dengan upaya tekanan politik kepada Nasdem, khususnya terkait dengan pencapresan Anies Baswedan di Pilpres 2024.

Dalam artikel panjang lebar “Bagaimana Jokowi Mendukung Ganjar, Mencadangkan Prabowo dan Menolak Anies”, yang dipublikasikan di website INTEGRITY (www.integritylawfirms.com), saya sudah menguraikan cukup lengkap fakta dan informasi bagaimana Presiden Widodo memberikan preferensi kepada Pranowo dan Prabowo, sambil berupaya mengeliminasi pencalonan Anies Baswedan.

Pimpinan partai yang coba-coba nakal, melirak-lirik pencapresan Anies, akhirnya digulingkan. Koalisi pendukung Anies terus digoda materi, menteri, hingga ancaman kasus korupsi. Tanyakan kepada PKS sudah berapa kali mereka ditawarkan menteri Jokowi. Sedang Partai Demokrat, terus diganggu melalui manuver Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. Menggunakan kata Ketua Majelis Pertimbangan DPP PPP Muhammad Romahurmuziy, Moeldoko terus berusaha “mencopet” Partai Demokrat dari pemiliknya yang sah.

Anehnya –atau mungkin sebenarnya tidak aneh— Presiden Jokowi diam hening, tanpa memberikan sanksi apapun. Kilahnya, itu hak politik pribadi Pak Moeldoko. Kalau pencopetan dan pencurian partai dianggap absah karena hak politik, saya khawatir Presiden Jokowi melupakan sejarah partainya sendiri. Ibu Megawati Soekarnoputri semestinya menegur keras sang Petugas Partai yang melupakan sejarah kelam ketika PDI Megawati ingin dirampok oleh PDI Soerjadi melalui campur tangan rezim Orde Baru.

Yang sekarang harus dikawal dan diteriakkan lantang adalah: Presiden Jokowi ikut membiarkan dan karenanya bertanggung jawab dengan pencopetan Partai Demokrat yang sekarang sedang berproses melalui modus Peninjauan Kembali kubu Moeldoko di Mahkamah Agung. Tidak boleh, putusan MA tiba-tiba hadir menjungkirbalikkan logika dan fakta hukum.

Namun, hal demikian bukan tidak mungkin terjadi, di tengah adanya informasi bahwa kasus PK Partai Demokrat di MA itu ditukargulingkan dengan kasus dugaan korupsi para hakim agung yang sekarang ditangani KPK. Informasinya, para hakim agung yang sedang terjerat dugaan korupsi mafia hukum akan dibantu kasus dan hukumannya menjadi ringan, asalkan mereka membantu pemenangan PK Moeldoko.

Kalau PK atas Partai Demokrat dimenangkan, menjadi seolah-olah absahlah pencopetan yang dilakukan Moeldoko. Ujungnya, dapat dipastikan, Partai Demokrat jadi-jadian versi Moeldoko akan menarik dukungan pencapresan dari Anies Baswedan, karena memang demikiankah skenario yang disusun oleh Jokowi, dan karenanya Beliau mendiamkan, alias menyetujui tingkah-polah Moeldoko, Kepala Staf Kepresidenannya sendiri.

Jika PKS dan Demokrat digoyang dengan berbagai cara, Nasdem tidak kalah pula terjangannya. Dugaan kasus korupsi BTS hanya salah satunya saja. Ketum Surya Paloh akan punya banyak cerita, bagaimana Nasdem diancam dan digoda.

Korupsilah Asal Koalisi, Jangan Oposisi

Sekali lagi penegakan hukum korupsi yang hanya memukul oposisi, lawan politik, sambil merangkul koalisi, kawan politik, adalah penegakan hukum yang manipulatif. Sama sekali tidak ada pesan pemberantasan korupsi dalam model pilah-pilih perkara korupsi yang demikian.

Pesannya justru negatif: silakan korupsi, sebanyak mungkin boleh, asal dalam barisan koalisi, insya allah akan diproteksi. Jangan pernah korupsi pada barisan oposisi, karena sama saja dengan bunuh diri. Hanya soal waktu sebelum tangan diborgol, mengunci.

Dalam kasus BTS, Ketum Nasdem Surya Paloh sudah menegaskan, silakan diaudit aliran keuangan dari ujung kiri ke ujung kanan, dari ujung utara sampai ujung ke selatan, ibaratnya dari segala penjuru mata angin. Nasdem akan memberikan totalitas dukungannya.

Namun, saya menduga audit aliran dana korupsipun akan dipilih-kasih. Dugaan aliran dana yang mengarah ke lingkaran kekuasaan akan ditutup dan disembunyikan, karena akan terkait dengan nama-nama yang hebat kerabat dekat kader utama partai, yang tak perlu disebutkan namanya.

Padahal, penegakan hukum yang tebang pilih, akan lebih berbahaya dibandingkan penegakan hukum yang diam. Karena ibarat pedang keadilan, jika diam masih mungkin tidak bersimbah darah. Namun, jika pedang keadilan ditebaskan kepada target lawan politik tertentu semata, demi dahaga melanggengkan kekuasaan, maka sejatinya yang terjadi adalah pertarungan politik curang perebutan kuasa, yang menghalalkan segala cara, salah satunya dengan memperalat instrumen hukum.

Korupsi harus diberantas, dilakukan oleh siapapun, kapanpun, dimanapun. Politisasi kasus korupsi yang diduga terbaca jelas sedang dilakukan Presiden Jokowi, seolah memberantas korupsi, padahal senyatanya menjalankan agenda politik haus kekuasaan, adalah cara-cara yang akan mengkorupsi penegakan hukum antikorupsi itu sendiri.

Siapapun, termasuk presiden, yang memilah-milih penegakan kasus korupsi, hanya tajam pada oposisi, lawan politik, sejatinya adalah pelaku political corruption itu sendiri yang berteriak lantang tanpa malu: Korupsilah, tapi dalam Pelukan Koalisiku. (*)

3 Responses

  1. Tidak ada kata selain melawan para penjajaha dari negeri sendiri, dan mungkin terlihat sulit tapi harus di coba

  2. Saya ini orang jelata yg hanya berpendidikan SLTA, namun saya juga punya pemikiran kritis & realitis. Sejak awal kemunculannya JOKOWI,saya sempat kagum kpd beliau, namun begitu cepat meloncat kariernya dari seorang walikota,terus ke gubernur DKI,sampe akhirnya nyapres.hati saya pun bertanya-tanya siapakah orang ini “(Jokowi). Secara background biografinya dia hanya seorang pungasaha kayu furniture biasa bukan seorang politikus ulung dan berpengalaman. Kok?? Begitu sedasyat sekali populeritasnya. Disitulah saya bertanya, ada siapakah dibalik sosok Jokowi dengan begitu hebohnya pemberitaan populeritasnya. Dalam hati saya pasti ini ada sebuah konsfirasi besar yang bukan main- main kepentingan politik nya daripada para elite politikus & mafia besar di negeri ini. Lalu saya ikuti perjalanan politiknya sampai dia terpilih jadi presiden periode 2014-2019. Dan saya ikuti setiap pemberitaan perjalanan pemerintahannya, soai terjadinya kasus seorang anak remaja yang iseng mengejeknya di perkarakan kasus pidana. Nah disitulah kecurigaan saya mulai terkuak siapa sosok Jokowi sebenarnya, yg katanya pembela wong cilik, malah tega sekali menebas pedang hukum kepada seorang anak yatim yg dari kalangan masyarakat kecil, apakah begitu kerdilnya Sorang penguasa yg berasal dari wong cilik.dan terus tahun demi tahun, tahapan demi tahapan saya ikuti terus pemberitaan di setiap media sampai sekarang di periode kedua kekuasaannya, terbukti & terkuak sudah ternya oh teryata benar ada KONSFIRASI BESAR di belakang sosok JOKO WIDODO.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Formulir Konsultasi Hukum Online

Hilmy Insana Purnaningtyas, S.H., M.H.

Lulusan Magister Kenegaraan, Fakultas hukum, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada tahun 2019. Menekuni profesi bidang administrasi hukum sejak 2007. Memiliki pengalaman bekerja sebagai personal assistant Dr. Zainal Arifin Mochtar, S.H., LL.M (2015-2022). Sebelumnya berprofesi sebagai tenaga ahli pada Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP-PPP) – Kementerian Sekretariat Negara (2011-2014). Pernah menjabat sebagai Pembantu Asisten, Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, HAM, dan Pemberantasan KKN, Sekretariat Kabinet RI (2009-2011) yang sebelumnya Bernama Staf Khusus Presiden Bidang Hukum (2008-2009).

Musyarofah Noor Rohmah, S.H., M.H.

Staff to the Deputy Minister of Law and Human Rights (2011-2014). She also aided the Public Complaints Division at the Legal Mafia Eradication Task Force Assistance Team (2010-2012). Assistant to the Special Staff of Law, Human Rights, and Corruption Eradication to the President (2010-2011). Experienced in legal research, especially in the field of private law and environmental law.

Dra. Wigati Partosedono, S.H., LL.M.

Wigati memulai karirnya di sebuah perusahaan minyak. Dia bertanggung jawab untuk itu menangani pengiriman minyak mentah dan produk LPG, serta persiapan berbagai kontrak. Sebelum itu, dia bekerja untuk perusahaan ekspor dan impor. Sejak 1994, ia telah bekerja di beberapa firma hukum sebagai advokat dan dipercaya untuk menangani masalah perusahaan.

Harimuddin, S.H.

Harimuddin adalah advokat sejak tahun 2000. Mulai tahun 2008 berkarir di pemerintahan sebagai asisten Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, HAM dan Pemberantasan KKN, Kepala Divisi Pengaduan Masyarakat di Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, asisten di Satgas/Badan Pengelola REDD+, hingga Asisten Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). Saat ini Harimuddin adalah konsultan/tenaga profesional di Satgas Pemberantasan Penangkapan Ikan secara Illegal atau biasa disebut Satgas 115. Sejak mahasiswa, Harimuddin terbiasa mengadvokasi kasus yang melibatkan masyarakat dan korporasi. Bidang dan keahlian hukum yang digeluti adalah kasus yang berkaitan dengan lingkungan hidup, kehutanan, pertambangan, perkebunan, kelautan dan perikanan, dan pengeloaan sumber daya alam lainnya.

Tedy Indrajaya, S.T.

Tedy berpengalaman bekerja di lembaga keuangan perbankan sebagai Account Manager Corporate. Tedy menguasai produk-produk penyaluran pembiayaan dan penghimpunan dana. Saat ini Tedy adalah komisaris pada satu perusahaan swasta dan Direktur Utama pada perusahaan lainnya. Dengan pengalaman kerja demikian, Tedy berpengalaman membantu berbagai persoalan bisnis dan investasi, termasuk soal perizinan dan ketenagakerjaan.

Muhtadin, S.H.

Lulusan Fakultas Hukum Universitas Bung Karno (2017). Pernah bekerja di perusahaan bidang pengadaan barang dan jasa di PT Korusindo Development Jointventure. Berpengalaman menangani perkara litigasi dan non litigasi terkait korporasi. Ahli di bidang hukum ketenagakerjaan, hukum keluarga, hukum kehutanan dan lingkungan, uji tuntas (legal due diligence), serta mengurus berbagai perizinan yang diperlukan perusahaan. Pernah mengikuti pelatihan tindak pidana korporasi dalam perusahaan sektor kehutanan yang diadakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Pernah pula mengikuti Pelatihan Pencegahan Tindak Pidana Korupsi di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 

Musyarofah Noor Rohmah, S.H., M.H.

Staf Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (2011-2014). Ia juga pernah membantu kerja Divisi Pengaduan Masyarakat di Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum yang tergabung dalam Tim Asistensi Satgas Pemberantasan Mafia Hukum (2010-2012). Pembantu Asisten di Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Pemberantasan Korupsi (2010-2011). Berpengalaman dalam sejumlah penelitian hukum, khususnya dalam bidang hukum perdata dan hukum lingkungan.

Wafdah Zikra Yuniarsyah, S.H., M.H.

Menyelesaikan studi sarjana di Fakultas Hukum Universitas Andalas dengan konsentrasi Hukum Tata Negara (2014) dan menyelesaikan studi magister di bidang Hukum Kenegaraan Universitas Gadjah Mada (2017). Mengawali karir sebagai Asisten Widyaiswara Madya pada Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial Republik Indonesia terkait regulasi di bidang kesejahteraan sosial (2013-2014). Berpengalaman dalam berbagai penelitian terkait peraturan perundang-undangan diantaranya, penelitian mengenai Tumpang Tindih Fungsi Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan dan Badan Pembinaan Hukum Nasional dalam Sinkronisasi dan Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan (2015), Penelitian mengenai Penerapan Sanksi Administrasi Biaya Paksa dalam Peraturan Daerah sebagai bahan kajian pembentukan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terkait Pengelolaan Sampah (2016), Kajian terhadap Undang-Undang Perpajakan (2018), dan berbagai penelitian lain di bidang peraturan perundang-undangan.

M. Raziv Barokah, S.H., M.H.

Menyelesaikan studi S1 dari Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta (2016) dan studi S2 di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (2020). Senior Lawyer di INTEGRITY dengan spesialisi pada bidang hukum administrasi negara dan hukum konstitusi. Memulai karir sebagai Peneliti Muda di SETARA Institute. Pernah berkecimpung di dunia commercial law sebagai Junior Lawyer di SSAP Law Firm dan corporate legal di PT SCG Readymix Indonesia. Kemudian menjadi Tenaga Ahli Anggota Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan Negara sebelum akhirnya bergabung dengan INTEGRITY Law Firm. Ketika mahasiswa merupakan aktivis dan organisatoris. Pernah menjabat sebagai Wakil Presiden BEM Ilmu Hukum UIN Jakarta dan Ketua Moot Court Community yang sempat membawa Hukum UIN Jakarta merajai kompetisi debat nasional. Ia sendiri berhasil memenangi beberapa kompetisi hukum nasional yakni Juara 2 Business Law Competition di Universitas Indonesia; Juara 1 Debat Hukum Nasional Padjajaran Law Fair di Universitas Padjajaran; Juara 1 Debat Antar Mahasiswa Nasional di Komisi Informasi Pusat RI; Juara 1 Debat Konstitusi Regional di Mahkamah Konstitusi RI; dan Juara 1 Debat Konstitusi Nasional di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.

M. Rizki Ramadhan, S.H.

Mendapat gelar sarjana hukumnya di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (2018). Aktif di berbagai organisasi mahasiswa internal fakultas dan acap kali terjun pada kompetisi sidang semu nasional. Ia menjuarai Kompetisi Sidang Semu Konstitusi Piala Ketua Mahkamah Konstitusi yang diselenggarakan oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia sekaligus 7 Besar Ahli untuk kategori individu dan 4 Besar Permohonan Judicial Review untuk kategori tim (2017). Sebelum bergabung bersama INTEGRITY, ia mengawali kariernya di beberapa law firm di wilayah Jakarta dan terlibat dalam penanganan beberapa permasalahan korporasi secara umum hingga perkara hukum litigasi korporasi seperti memberi opini hukum dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan perusahaan berupa salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) besar di Indonesia dan perkara gugatan wanprestasi jual beli barang impor.

Zamrony, S.H., M.Kn., CRA., CTL.

ZAMRONY is an expert advocate in the fields of constitutional and corporate laws as well as an authorized curator who deals with bankruptcy and debt suspension matters. He was an active participant in the country’s judicial monitoring community as the Director of Indonesian Court Monitoring. He was an assistant of the President’s special advisor of law, human rights and corruption eradication; an assistant of the Legal Mafia Eradication Task Force and an assistant of the Deputy Minister of Justice and Human Rights; and a member of the Legal Aid Working Group for the Poor at the Ministry of Justice and Human Rights.

Dra. Wigati Partosedono, S.H., LL.M.

Dra. WIGATI PARTOSEDONO, S.H., LL.M. began her career in an oil company. She was responsible for handling the shipment of crude oil and LPG products, as well as the preparation of various contracts. Prior to that, she worked for an export and import company. Since 1994, she has worked in several law firms as an advocate and is entrusted to handle corporate matters.

Harimuddin, S.H.

HARIMUDDIN, S.H. has been an advocate since 2000. He began his career in the government as an assistant of the President’s Special Advisor of law, human rights, and corruption eradication, the Head of the Public Complaints Division at the Legal Mafia Eradication Task Force, assistant of the REDD+ Task Force, and the Assistant Chief of the Presidential Working Unit for the Supervision and Management of Development (UKP4). Currently, he is a consultant in the Task Force of Illegal Fishing Eradication.

Tedy Indrajaya, S.T.

TEDY INDRAJAYA, S.T. is an experienced banker who previously worked as a Corporate Account Manager in a national banking institution. He is the expert of financing and funding products in banking. Currently, Tedy is a commissioner to a private company and the President Director of other companies. With such work experiences, Tedy is responsible in handling various business and investment issues, including licensing and employment issues.

Muhtadin, S.H.

Graduated from the Faculty of Law of Bung Karno University (2017). Was enrolled in the corporate crime in the forestry sector training held by the Corruption Eradication Commission (KPK). He was also enrolled in the Prevention against Corruption training held by the Ministry of Environment and Forestry. Previously worked for a goods and service company at PT Korusindo Development Jointventure. He had also worked as a supervisor at a hotel in Jakarta.

Wafdah Zikra Yuniarsyah, S.H., M.H.

Earned her master’s degree from Gadjah Mada University with a concentration in state law (2017). Was appointed Widyaiswara Madya Assistant at the Social Justice Education and Training Center of the Republic of Indonesia in charge of laws and regulations in the field of social justice (2013-2014). Conducted a research regarding the Functional Overlaps of the Directorate General of Law and Regulations and the National Legal Development Body in the Synchronization and Harmonization of Laws and Regulations (2015). Participated in the research on the implementation of penalties in the Regional Ordinance of the Special Region of Yogyakarta on the Administrative Penalty of Penalty Payment (2016).

Raihan Azzahra, S.H., MCL.

Adalah salah satu Associate di INTEGRITY Law Firm. Merupakan lulusan dari Universitas Gadjah Mada (2020) dengan gelar Sarjana Hukum dan dari International Islamic University Malaysia (2022) dengan gelar Master of Comparative Laws. Memiliki minat pada riset dan penulisan dengan fokus bidang hukum tata negara, hukum internasional, dan perbandingan hukum. Raihan telah menghadiri beberapa konferensi internasional untuk mempresentasikan hasil risetnya. Sejak bekerja di INTEGRITY, ia telah terlibat dalam menangani berbagai kasus yang sebagian besarnya adalah kasus menurut hukum Australia yakni terkait hukum perdata, bisnis, dan imigrasi.

M. Raziv Barokah

M. Raziv Barokah, S.H., M.H.

Earned his bachelor’s degree from the Faculty of Sharia and Law, Islamic State University (UIN) Jakarta in 2016. Currently undergoing his master’s program at the Faculty of Law University of Indonesia (UI). He is a Junior Lawyer specializing in administrative law and constitutional law. He started his career as a Junior Researcher at SETARA Institute. He has also been involved in the commercial law sector as a Junior Lawyer at SSAP Law Firm and Legal Officer at PT SCG Readymix Indonesia. He then became an Expert Staff at Commission III of the House of Representative of the Republic of Indonesia (DPR RI) prior to joining INTEGRITY. During his time in college, he was the Vice President of Law of the Student Executive Board and the Chairman of the Moot Court Community who helped mold his alma mater into one of the most prominent teams in the national law debate hemisphere. He himself has succeeded in winning a number of prestigious national law competitions such as the runner up in the Business Law Competition organized by University of Indonesia; the winner of Padjadjaran Law Fair National Law Debate; the winner of Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia National Debate; the winner of the Regional and National Constitutional Debates of the Constitutional Court of the Republic of Indonesia.

Abdulatief Zainal, S.H.

Graduated from the Faculty of Sharia and Law, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta with a concentration in business law (2018). He was active in the Moot Court Community organization and has achieved a number of academic milestones including the Semifinals of the Diponegoro Law Fair National Law Debate, 2nd Place in the Airlangga Law Competition National Law Debate, and Winner of the Regional and National Constitutional Debates of the Constitutional Court of the Republic of Indonesia (2015-2016). Aside from earning various kinds of awards and being actively involved in the world of academic competitions, he was designated the best participant in several workshops (“Knowing Legal Due Diligence and Legal Opinion”, Association of Capital Market Legal Consultants; “The School of Capital Market and Securities: Initial Public Offering in Indonesia”), both of which are held by the University of Indonesia.

M. Rizki Ramadhan, S.H.

Earned his law degree in 2018 from Syarif Hidayatullah Islamic State University Jakarta. Active in various internal student organizations and often participated in national moot court competitions. The winner of the Chief Justice Trophy of the Constitutional Court Constitutional Moot Court Competition in 2017, he was also the 7th Best Expert in the individual category and earned the Top 4 Applications Award in the team category. Prior to joining INTEGRITY, he had cultivated a vast legal experience from several law firms in the Greater Jakarta area and he was involved in several corporate agreements and litigations on behalf of several renowned companies, one of which is a state-owned company (BUMN).

Musthakim Alghosyaly, S.H.

Menyelesaikan jenjang pendidikan sarjana hukum di Universitas Hasanuddin, Makassar pada tahun 2019. Selama kuliah, terlibat aktif dalam gerakan antikorupsi kemahasiswaan serta diberi kesempatan menjadi Ketua Garda Tipikor Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin periode 2016-2017. Bersama Delegasi Unhas, ia meraih juara 1 dalam Kompetisi Legislative Drafting “Rancangan Undang-Undang Perikanan” di Universitas Indonesia (2016) sekaligus menjadi finalis dalam kompetisi serupa di Universitas Brawijaya (2017) dan Universitas Islam Indonesia (2018). Ditugaskan sebagai asisten dalam penelitian bertema State Accountability Revitalization di Provinsi Papua melalui kerjasama BPKP RI-Universitas Hasanuddin (2018). Terlibat sebagai peserta Karya Latihan Bantuan Hukum (KALABAHU) LBH Makassar (2018). Sebelum berkarir di INTEGRITY, ia mengabdi sebagai staf peneliti di Pusat Bantuan Hukum PERADI Makassar pada tahun 2019.

Tareq Elven, S.H.

Tareq menyelesaikan studi Sarjana Hukum di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2019. Sejak bergabung ke INTEGRITY Law Firm tahun 2020, Tareq telah menangani berbagai kasus di Mahkamah Konstitusi, seperti Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHPKADA) Gubernur Kalimantan Selatan Tahun 2020 serta Pengujian Undang-Undang ITE dan Undang-Undang Pemilihan Umum. Selain itu, Tareq juga berpengalaman menangani kasus sengketa pertambangan, pertanahan, kehutanan, dan perusahaan. Saat menjadi mahasiswa, Tareq pernah mengikuti Summer School di Istanbul University-Turki (2016) dan International Islamic University Malaysia (2017), mewakili Indonesia pada ASEAN Youth Forum di Manila-Filipina (2017), dan mendapatkan beasiswa penuh dari TEMASEK Foundation International pada program Learning Express di Singapore Polytechnic (2018). Tareq menerima penghargaan sebagai Mahasiswa Berprestasi Utama 1 tingkat Provinsi Yogyakarta dari Kopertis V-Kemenristekdikti (2017).

Caisa Aamuliadiga, S.H., M.H.

Caisa Aamuliadiga atau Diga mendapatkan gelar sarjana hukum dari Fakultas Hukum Universitas Andalas pada tahun 2016 dan Magister Hukum dari Universitas Indonsia pada tahun 2021. Selama masa studi di S1, Diga tercatat sebagai salah satu pendiri Komunitas Debat dan Penulisan Hukum serta pernah menjadi Presiden BEM Fakultas Hukum. Diga juga aktif mengikuti mengikuti kegiatan perlombaan penulisan hukum di beberapa universitas di Indonesia. Pada studi S2, Diga menulis tesis yang membahas mengenai persinggungan hukum kekayaan intelektual dengan hukum persaingan usaha.

Sebelum bergabung dengan INTEGRITY, Diga bekerja di Direktorat Investigasi pada Kedeputian Bidang Penegakan Hukum Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Di KPPU, Diga tergabung dalam tim yang menangani beberapa kasus penting seperti kartel penetapan harga tiket pesawat rute domestik, persekongkolan tender di sejumlah pembangunan jalan di Jawa Timur, kartel penetapan harga freight container rute Surabaya-Ambon, pemblokiran Netflix oleh perusahaan telekomunikasi dan lain sebagainya. Diga juga pernah menganalisis fenomena jabatan rangkap di sejumlah pengurus BUMN dan anak BUMN ketika di KPPU.

Gusti Ika Purnama Sari, S.H.

Merupakan lulusan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Pernah bertugas pada Staf Khusus Presiden di Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Pemberantasan Korupsi. Selain itu juga memiliki pengalaman tergabung dalam Tim Asistensi Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, dan bekerja sebagai Staf Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tahun 2011 – 2014. Saat ini menjadi bagian Legal Administrator di INTEGRITY Law Firm.

Anjas Rinaldi Siregar, S.H.

Mendapat gelar sarjana hukumnya di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (2021). Saat menjadi Mahasiswa, ia aktif di berbagai organisasi internal dan eksternal kampus. Tahun 2020 dipercaya sebagai Ketua Moot Court Community yang membawa UIN Jakarta mendapat banyak torehan prestasi di bidang debat hukum, karya tulis ilmiah dan peradilan semu. Ia sendiri berhasil menjuarai Kompetisi Peradilan Semu Pidana tingkat Nasional, Kompetisi Mediasi Nasional Piala Ketua Mahkamah Agung dan menjadi delegasi Kompetisi Peradilan Semu Konstitusi yang diselenggarakan oleh Mahkamah Konstitusi, hingga dinobatkan sebagai mahasiswa berprestasi (student achievement award).

Sejak bergabung dengan INTEGRITY ia telah terlibat dalam tim yang menangani perkara Judicial Review Presidential Threshold, gugatan Perbuatan Melawan Hukum oleh Penguasa (OOD), maladministrasi korporasi, sengketa administrasi pertambangan/sawit, persekongkolan perusahaan swasta dalam penyerobotan lahan negara dan penanganan kasus kecurangan CPNS 2019.

Amella Lismarina, S.P.

Amella Lismarina, S.P. Merupakan lulusan Universitas Gadjah Mada. Pernah bertugas di Divisi Teknik pada proyek KSO PT Hutama Karya – PT Bumi Karsa (2008-2011). Ia juga pernah membantu kerja pada Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, dan pada Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Pemberantasan Korupsi. Selain itu, bekerja sebagai Staf Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (2011-2013).

Sutrisno

Sutrisno adalah mahasiswa hukum semester 7 di Universitas Terbuka Indonesia. Sejak bergabung dengan INTEGRITY pada tahun 2019 sebagai paralegal, ia telah banyak membantu menangani kasus baik litigasi maupun non-litigasi. Beberapa kasus penting yang pernah turut ditanganinya adalah penyelesaian sengketa Pilpres 2019 dan Pilgub Kalsel 2020 di Mahkamah Konstitusi. Sifat rajin dan kerja kerasnya menjadikan Trisno sebagai sosok yang selalu dapat diandalkan dalam menangani berbagai kasus. Trisno akan selalu siap membantu untuk menangani perkara.

Deden Rafi Syafiq Rabbani, S.H.

Menyelesaikan studi sarjana hukum di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran pada tahun 2023. Mempunyai berbagai pengalaman dalam bidang penelitian dan penulisan hukum, dengan telah menghasilkan 8 (delapan) artikel jurnal ilmiah bereputasi nasional pada bidang hukum tata negara, hukum keimigrasian, dan hukum perdagangan internasional dari tahun 2020 – 2022.

Aktif mengikuti konferensi internasional dan nasional seperti Asian Law & Society Association (2022) di Vietnam dan Konferensi Hukum Tata Negara VII (2022) di Malang Indonesia. Tahun 2022 – sekarang telah bergabung di INTEGRITY dan terlibat dalam penanganan perkara pengujian undang-undang di MK maupun MA. Meraih penghargaan sebagai Runner-up Duta Peradilan Indonesia Tahun 2022 oleh Mahkamah Agung RI dan Juara 2 Debat INTEGRITY Scholarship I (2022).

Sarah Aisha Rizal, S.H., M.H.

Bergabung dengan INTEGRITY Law Firm di 2022. Lulus dengan gelar master dari Universitas Indonesia pada tahun 2020, ia fokus pada minatnya pada bidang hukum Sumber Daya Alam, khususnya kebijakan-kebijakan yang berdampak signifikan terhadap lingkungan hidup di masa yang akan datang. Sejak bergabung dengan INTEGRITY Law Firm pada akhir tahun 2022, Sarah telah terlibat dalam berbagai tim, menangani berbagai kasus mulai dari hukum imigrasi hingga hukum pidana. Dia juga telah menulis artikel tentang berbagai isu. Sebelum bergabung dengan INTEGRITY Law Firm, ia membantu dosennya dalam mempersiapkan dan mengajar Hukum Kehutanan di berbagai kelas (2022).

Zamrony, S.H., M.Kn., CRA., CTL.

Zamrony adalah advokat, kurator dan pengurus yang berwenang menangani perkara-perkara kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang. Zamrony juga memiliki sertifikasi brevet pajak dan izin khusus dari pengadilan pajak untuk menangani sengketa-sengketa perpajakan. Berkarier di pemerintahan sejak 2009 sebagai asisten staf khusus presiden bidang hukum, HAM dan pemberantasan KKN, asisten satgas pemberantasan mafia hukum, Staf Ahli di Komisi III DPR RI, hingga asisten Wakil Menteri Hukum dan HAM. Pernah berkecimpung di dunia NGO pengawasan peradilan sebagai Direktur Indonesian Court Monitoring. Zamrony terlibat di berbagai penyusunan kebijakan dan peraturan perundang-undangan, serta penelitian hukum lintas sektoral. Pernah aktif sebagai anggota Pokja Bantuan Hukum untuk Orang Miskin, Kemenkumham. Pada tahun 2013, dipercaya menjadi dewan redaktur tabloid notaris Indonesia. Tulisannya termuat di beberapa media dan jurnal.