: : :                    “Integrity is doing the right thing even when no one is watching. C.S. Lewis”                    : : :

Putusan MK, Pimpinan KPK, dan Pusaran Rekayasa Pilpres 2024

Putusan MK, Pimpinan KPK, dan Pusaran Rekayasa Pilpres 2024

Denny Indrayana
Guru Besar Hukum Tata Negara
Senior Partner INTEGRITY Law Firm
Registered Lawyer di Indonesia dan Australia

Sejujurnya, saya terhenyak membaca Putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022 yang memperpanjang masa jabatan Pimpinan KPK, dari awalnya hanya 4 tahun, menjadi 5 tahun. Saya memang sudah memprediksi bahwa hukum hanya akan dimanfaatkan sebagai instrumen pemenangan Pilpres 2024.

Namun, saya tidak pernah menyangka bahwa salah satu caranya adalah dengan super-tega memperpanjang jabatan Firli Bahuri Cs dkk. Saya awalnya masih menyimpan harapan dan tabungan prasangka baik. Saya awalnya menduga, tetap akan ada proses seleksi Pimpinan KPK. Namun, ternyata terhadap kekuasaan, apalagi yang terpotret koruptif dan destruktif, yang memang perlu dikedepankan adalah kewaspadaan, bukan harapan.

Meskipun terkejut, sebenarnya putusan MK tersebut masih mengkonfirmasi argumentasi saya bahwa hukum memang telah, sedang, dan akan terus dimaksimalkan oleh kubu status quo sebagai alat pemenangan Pilpres 2024.

Dalam tulisan panjang, “Bagaimana Jokowi Mendukung Ganjar, Mencadangkan Prabowo, dan Menolak Anies”, saya sudah mengungkap 9 Strategi, 10 Sempurna, cara Jokowi cawe-cawe dalam Pilpres 2024. Dua di antara strateginya adalah, pertama, dengan menguasai komposisi hakim MK, agar putusan-putusannya, tetap sejalan dengan strategi pemenangan; kedua, menjadikan dugaan kasus hukum sebagai alat tawar, sekaligus alat sandera, guna penentuan arah koalisi dan pasangan capres-cawapres.

Berikut, saya akan uraikan kedua strategi itu secara lebih detail dan jelas.

MK Minus Negarawan

Salah satu syarat utama hakim konstitusi, yang tidak dimiliki pejabat negara lain, bahkan presiden sekalipun, adalah: Negarawan. Sayangnya, setelah diawal-awal reformasi Mahkamah Konstitusi berhasil menjadi lembaga yang terhormat dan penuh wibawa, melalui putusan-putusannya yang monumental (landmark decisions), perjalanan sejarah lalu membuktikan, dua orang hakim MK tergoda-noda korupsi hingga merusak-telak marwah, harkat, dan martabat MK.

Selanjutnya, tercatat pula hakim-hakim konstitusi yang melanggar etika, terbukti melakukan skandal mengeluarkan katabelece kolutif, mengubah putusan MK, yang harusnya batal kenegarawanannya, alias tidak lagi memenuhi syarat sebagai hakim konstitusi. Ajaibnya, hakim-hakim minus kenegarawanan itu masih diberi ruang menjadi Yang Mulia Hakim Konstitusi, alias minim sanksi tegas yang semestinya dijatuhkan.

Saya berpendapat, minimnya sanksi serta standar etika syarat Negarawan tersebut, berkorelasi dengan kepentingan menjaga komposisi hakim konstitusi, yang ujungnya bertujuan mengatur putusan MK. Inilah modus yang jamak dilakukan —sebagaimana sandera kasus di KPK, yang akan dipaparkan di bawah— menjadikan masalah sebagai alat sandera, dan dalam hal ini daya tawar berhadapan dengan hakim konstitusi yang minus etika.

Sembilan hakim MK bersumber tiga dari Presiden, tiga dari DPR, dan tiga dari MA. Koalisi status quo di pemerintahan dan di parlemen, karenanya bisa saja mengatur komposisi supaya putusannya berkubu pada kepentingan mereka. Dengan komposisi yang dikuasai, minimal 5 dari 9 hakim konstitusi, maka setiap putusan yang berdimensi politis-bisnis-strategis dapat diamankan sesuai dengan kehendak pembawa pesanan putusan.

Kemana arah politik putusan hakim MK bisa dilihat dari unsur lembaga yang memilihnya dan afiliasi organisasi, atau preferensi politiknya. Itulah pisau analisis yang mestinya digunakan untuk melihat pergantian paksa Hakim Konstitusi Aswanto, yang mendadak-sontak ditarik DPR, dengan cara yang melanggar prinsip konstitusi, kemerdekaan kekuasaan kehakiman (independence of the judiciary).

Salah satu penyebab utamanya karena Hakim Aswanto mbalelo, ke luar dari “gentlemen’s agreement”, tidak lagi patuh pada “sopan-santun politik”, karena: ikut membatalkan bersyarat UU Ciptaker. Itulah dosa politik tidak termaafkan, karena UU Ciptaker harus dipandang sebagai torehan prestasi Presiden Jokowi, sekaligus cara pembayaran dividen politik kepada oligarki yang menyokong proses dan dana pencapresan sebelumnya.

Pengganti Hakim Aswanto adalah Hakim M. Guntur Hamzah, yang silakan saja dicek afiliasi politiknya. Yang pasti, keterlibatannya dalam skandal perubahan putusan MK, seharusnya tidak cukup hanya disanksi ringan teguran tertulis. Ini hanya satu contoh, bagaimana komposisi hakim tetap dipertahankan agar minimal 5 orang berpihak kepada status quo yang koruptif dan destruktif.

Tidak perlu saya jelaskan ada diposisi mana adik ipar Presiden Jokowi, ataupun para hakim konstitusi yang tercatat dijatuhi sanksi etika dalam putusan perpanjangan masa jabatan KPK tersebut. Yang pasti dissenting opinion dilakukan 4 hakim MK yaitu: Saldi Isra, Suhartoyo, Enny Nurbaningsih, dan Wahiddudin Adam.

Keempatnya boleh diprediksi akan selalu menjadi kubu minoritas kalah suara, dalam perkara-perkara politis-bisnis-strategis. Termasuk, menarik untuk melihat bagaimana posisi keempatnya dalam putusan sistem pemilu legislatif proporsional tertutup atau terbuka yang akan segera diputuskan.

Pada tulisan ini saya juga mengajak kita menyimak, bagaimana pelemahan MK sering dilakukan melalui modus perubahan UU MK. Salah satunya yang perlu dicermati adalah lewat godaan gratifikasi perpanjangan masa jabatan hakim konstitusi. Pasal 87 UU MK terbaru mengatur, hakim konstitusi yang saat ini ada akan mengakhiri jabatannya di umur 70 tahun, dengan masa tugas tidak lebih dari 15 tahun.

Pasal 87 UU MK itulah yang memberikan gratifikasi jabatan kepada para hakim MK. Baca dan renungkanlah kata-perkata dissenting opinion Hakim Wahiddudin Adam dalam Putusan Nomor 90/PUU-XVIII/2020. Dengan lugas Hakim Wahiddudin mengatakan:

“… eksistensi  Pasal  87  huruf  b  Undang-Undang a quo menjadi salah satu bukti nyata dan terang-benderang  yang menyebabkan sebagian besar  Hakim  Konstitusi  yang  ada  saat  ini  menjadi  sangat  diuji  kualitas kenegarawanannya. Dengan  berlakunya  Pasal  87  huruf  b  Undang-Undang a quo khususnya   secara   personal   terhadap   sebagian   besar   Hakim Konstitusi  yang  ada  saat  ini,  teramat  sulit  bagi  Mahkamah  untuk  dapat terhindar  dari  bias  subjektif  dalam  memeriksa,  mengadili,  dan  memutus konstitusionalitas Pasal 87 huruf b Undang-Undang a quo yang dimohonkan oleh  semua  Pemohon …”

Bahkan Hakim Wahiddudin mengungkap bagaimana terjadi intrik di antara para hakim konstitusi ketika memutuskan pasal gratifikasi jabatan tersebut:

“Dalam dinamika persidangan sangat dapat dirasakan bahwa eksistensi beberapa norma,  tidak terkecuali dan khususnya Pasal 87 huruf b, dalam Undang-Undang a quo,  menyebabkan  terjadinya  suasana  yang sangat  kalkulatif  sehingga  di  antara  kita  sesama  Hakim  Konstitusi,  baik diakui  secara  eksplisit  maupun  tidak,  cenderung  mengambil  sikap  saling menunggu  (wait  and  see)  serta  penuh  harap  dan  pamrih  (full  of  stake) terhadap  pilihan  sikap  dari  Hakim  Konstitusi  lainnya.

Saya sepakat dengan Hakim Wahiddudin. Pasal 87 huruf b UU MK adalah ujian dan godaan terang-benderang terhadap sikap Negarawan hakim konstitusi. Sayangnya, fakta sejarah mencatat mayoritas hakim tidak kuasa menolak gratifikasi jabatan tersebut.

Seharusnya, seandainyapun, norma masa jabatan UU MK itu anggaplah memang tidak bertentangan dengan konstitusi, quod non, karena anggaplah menegaskan konsep independensi MK sebagai kekuasaan kehakiman, namun karena ada keuntungan jabatan yang dinikmati oleh pribadi para hakim konstitusi yang memutuskan norma demikian, maka etisnya putusan itu tidak diberlakukan kepada diri mereka sendiri.

4 Sehat 5 Sempurna Pelumpuhan KPK

Ibarat peribahasa, melalui putusan MK tentang perpanjangan masa jabatan Pimpinan KPK tersebut, maka lengkaplah 4 langkah, dan 5 sempurna pelumpuhan KPK.

Pelumpuhan pertama adalah ketika UU KPK diubah melalui perubahan UU Nomor 19 Tahun 2019. Sudah saya jelaskan dalam artikel “Mencopet Reformasi Ala Jokowi”, bagaimana Presiden adalah orang yang paling bertanggung-jawab atas terbitnya UU yang menghilangkan pondasi independensi KPK tersebut.

Pelumpuhan kedua, adalah saat Pimpinan KPK diisi oleh komisioner yang bermasalah dari sisi etika. KPK bahkan sudah memberikan surat resmi soal problem etika kepada DPR, yang saat itu melakukan fit and proper test. Tetapi seperti biasa, yang paling bermasalah justru dijadikan Pimpinan KPK —tentu agar persoalan minus etika tersebut menjadi alat sandera, dan mengikat gerak langkah kinerja KPK.

Pelumpuhan ketiga, ketika MK justru mengesahkan konstitusionalitas Perubahan UU KPK. Tidak seperti masa-masa sebelumnya, MK justru menjadi penguat legitimasi lumpuhnya KPK.

Pelumpuhan keempat, ketika Novel Baswedan dkk. disingkirkan melalui proses manipulatif Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Seandainya hanya UU KPK yang dihancurkan, tetapi masih ada pimpinan atau pegawai KPK masih berintegritas, maka KPK masih ada harapan hidup bernafas. Terbukti saat itulah KPK masih bisa menangkap Menteri Sosial Juliari Batubara kader PDI Perjuangan, ataupun Menteri KKP Edhy Prabowo, kader Gerindra. Namun, setelah Novel dkk. berhasil dieliminasi, maka selesailah KPK, hilang seperti ditelan buminya Harun Masiku.

Pelumpuhan kelima, adalah penyempurnaan melalui putusan MK yang memperpanjang masa jabatan Firli Bahuri Cs. Maka lengkaplah KPK makin dikuasai dan dimanfaatkan oleh pimpinan yang minus etika, dan cenderung sukarela membiarkan KPK dimanfaatkan untuk strategi pemenangan Pilpres 2024, memilah-pilih dugaan kasus korupsi yang merangkul kawan, memukul lawan.

Pembuat strategi kelihatannya sudah nyaman dengan Firli Cs. yang lebih bisa dikendalikan, ketimbang mengambil resiko melakukan seleksi lagi pimpinan KPK, yang hasilnya belum tentu bisa diajak kongkalikong dalam strategi Pilpres 2024.

Putusan MK, Strategi Pemenangan Pilpres 2024

Putusan MK yang memperpanjang masa jabatan Firli Bahuri dkk, tidak bisa hanya dibaca dari segi yuridis, tetapi wajib dianalisis dari sisi politis, khususnya terkait kontestasi Pilpres 2024.

Dari segi yuridis, putusan MK tersebut, juga sangat problematik. Kalau terkait angka, umur, masa jabatan, pakem putusan MK selalu berargumen open legal policy, diserahkan kepada pembuat undang-undang. Argumen bahwa masa jabatan 4 tahun Pimpinan KPK membuka peluang Presiden Jokowi dan DPR periode 2019-2024 dapat melakukan dua kali seleksi Pimpinan KPK, dan karenanya berbahaya bagi independensi KPK, keliru dan mudah dipatahkan.

Faktanya, dengan menambah setahun masa jabatan hingga akhir 2024 sekalipun, yang akan membentuk panitia seleksi tetap Presiden Jokowi, dan yang melakukan proses fit and proper test tetaplah DPR periode sekarang. Presiden baru 2024-2029 hanya akan punya kesempatan melantiknya saja.

Dengan argumen yang sedemikian lemah, tidak ada logika yang wajar, kecuali ada udang dibalik batu, dari putusan MK yang demikian, selain merupakan gratifikasi jabatan kepada Firli Bahuri Cs. Putusan MK tersebut, adalah bagian dari strategi pemenangan Pilpres 2024.

Dengan tetap memimpin KPK, Firli Bahuri dkk. tetap bisa melanjutkan strategi menutup dugaan kasus korupsi kawan-koalisi, sambil terus berusaha melakukan kriminalisasi korupsi lawan-oposisi. Dalam artikel “Korupsilah dalam Pelukan Koalisi”, saya telah menegaskan bahwa pengungkapan kasus korupsi BTS harus diapresiasi dan didukung penuh. Namun, pada saat yang sama harus dikritisi, karena menyebabkan pedang Dewi Keadilan ditebaskan tajam kepada oposisi, sambil sengaja melepaskan alias tumpul kepada koalisi.

Ada yang memprotes saya tidak menghitung terjeratnya Setya Novanto dari kawan koalisi Golkar oleh KPK. Jawaban saya mudah, Novanto menjadi tersangka di akhir tahun 2017, saat KPK belum mengalami pelumpuhan pertama melalui perubahan UU KPK.

Lalu, ada juga yang menyebut kasus Mensos Juliari Batubara, kader PDI Perjuangan, dan Menteri KKP Edhy Prabowo, kader Gerindra, sebagai bukti kawan koalisi Istana tetap ditebas pedang antikorupsi Jokowi. Jawaban saya mudah, dua kasus itu masih bisa terjadi karena tim Gugus Tugas Novel Baswedan dkk. masih aktif bekerja belum dipecat melalui manipulasi TWK.

Begitu fase pelumpuhan tahap kedua dan keempat KPK, dengan memasukkan Pimpinan KPK minus etika, dan hilangnya kelompok “Berani Jujur Pecat”, Novel Baswedan dkk, maka jelas tidak ada lagi pimpinan kawan koalisi yang diproses kasusnya. Termasuk tidak ada upaya sungguh-sungguh mencari buron Harun Masiku, yang sudah menjadi rahasia umum, terkait dengan dugaan kasus korupsi suap pada pimpinan partai penguasa, yang tidak perlu disebutkan namanya.

Akhirnya, putusan MK yang memperpanjang jabatan Pimpinan KPK minus etika, lagi-lagi mengkonfirmasi hukum telah direkayasa menjadi alat bantu strategi pemenangan Pilpres 2024 semata. MK sudah dikuasai komposisi hakimnya, minimal 5 orang sejalan dengan strategi pemenangan. KPK telah dilumpuhkan, senjata antikorupsinya menyandera kasus kawan-koalisi, sambil terus mengancam lawan-oposisi.

Inilah lonceng kematian. Isyarat kesekian, bahwa Pilpres 2024 telah dikondisikan menjadi tidak jujur dan tidak adil. Masihkah ada harapan? Saya terus terang berharap kepada kemukjizatan, sambil terus melakukan perlawanan, meneriakkan kebenaran. Karena harapan hanya akan ada, jika terus diperjuangkan.

Melbourne, 26 Mei 2023

7 Responses

  1. Hakim yg TDK adil MK yg TDK adil atapun KPK TDK obyektif Semestinya takut mati ,di depan pasti dimintai pertanggung jawabannya

  2. Masalahnya para hakim MK yang berasal dari utusan presiden dan DPR ini adalah hakim yg tidak independen mudah dipengaruhi. Olehnya itu harus dicari jalan keluar agar para hakim benar2 hanya takut kpd Allah

  3. Alhamdulillah…Barakallah… 🤲 terus meneriakkan kejujuran dan kebenaran prof…
    opini anda saat ini paling kredibel dan mencerahkan prof…rakyat semakin melek politik mana yg menjalankan politik bermartabat dan mana politik yg jahat…semoga Allah SWT selalu melindungi orang2 yg baik…Aamiin 🤲🤲🤲

  4. Terima Kasih atas Opininya Prof
    Saya Bukan Orang Hukum Bahkan Praktisi hukum, bukan pula pengamat hukum terlebih ahli hukum, apa lagi pakar hukum, Bahkan tidak tahu hukum,, Yang nyata saya lihat adalah HUKUM DI INDONESIA SEMAKIN BOBROK PELAKSANANYA, APALI LAGI DEMOKRASI, semakin lama semakin terasa INDONESIA Seperti bukan lagi Negara hukum

  5. Kalau melihat kondisi sekarang dimana para penyelenggara negara nota bene “orang orang pintar ” Tapi takut kehilangan jabatan padahal dia tau ada kesalahan di depn mata tapi diam
    Maka taka ada jalan lain.. Revolusi jalan satu satu nya untuk menyelamatkan negara kita dari kehancuran.

  6. Sayangnya orang-orang seperti anda ini cuma hitungan jari di negeri ini. Yang banyak orang-orang yg gila jabatan dan mereka sdh tidak takut Tuhan, sdh tdk “percaya” Tuhan itu ada dan tidak ada yang namanya SURGA dan NERAKA. Jadilah mereka bertindak semau nafsu mereka… Terus berjuang Prof✊✊✊

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Formulir Konsultasi Hukum Online

Hilmy Insana Purnaningtyas, S.H., M.H.

Lulusan Magister Kenegaraan, Fakultas hukum, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada tahun 2019. Menekuni profesi bidang administrasi hukum sejak 2007. Memiliki pengalaman bekerja sebagai personal assistant Dr. Zainal Arifin Mochtar, S.H., LL.M (2015-2022). Sebelumnya berprofesi sebagai tenaga ahli pada Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP-PPP) – Kementerian Sekretariat Negara (2011-2014). Pernah menjabat sebagai Pembantu Asisten, Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, HAM, dan Pemberantasan KKN, Sekretariat Kabinet RI (2009-2011) yang sebelumnya Bernama Staf Khusus Presiden Bidang Hukum (2008-2009).

Musyarofah Noor Rohmah, S.H., M.H.

Staff to the Deputy Minister of Law and Human Rights (2011-2014). She also aided the Public Complaints Division at the Legal Mafia Eradication Task Force Assistance Team (2010-2012). Assistant to the Special Staff of Law, Human Rights, and Corruption Eradication to the President (2010-2011). Experienced in legal research, especially in the field of private law and environmental law.

Dra. Wigati Partosedono, S.H., LL.M.

Wigati memulai karirnya di sebuah perusahaan minyak. Dia bertanggung jawab untuk itu menangani pengiriman minyak mentah dan produk LPG, serta persiapan berbagai kontrak. Sebelum itu, dia bekerja untuk perusahaan ekspor dan impor. Sejak 1994, ia telah bekerja di beberapa firma hukum sebagai advokat dan dipercaya untuk menangani masalah perusahaan.

Harimuddin, S.H.

Harimuddin adalah advokat sejak tahun 2000. Mulai tahun 2008 berkarir di pemerintahan sebagai asisten Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, HAM dan Pemberantasan KKN, Kepala Divisi Pengaduan Masyarakat di Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, asisten di Satgas/Badan Pengelola REDD+, hingga Asisten Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). Saat ini Harimuddin adalah konsultan/tenaga profesional di Satgas Pemberantasan Penangkapan Ikan secara Illegal atau biasa disebut Satgas 115. Sejak mahasiswa, Harimuddin terbiasa mengadvokasi kasus yang melibatkan masyarakat dan korporasi. Bidang dan keahlian hukum yang digeluti adalah kasus yang berkaitan dengan lingkungan hidup, kehutanan, pertambangan, perkebunan, kelautan dan perikanan, dan pengeloaan sumber daya alam lainnya.

Tedy Indrajaya, S.T.

Tedy berpengalaman bekerja di lembaga keuangan perbankan sebagai Account Manager Corporate. Tedy menguasai produk-produk penyaluran pembiayaan dan penghimpunan dana. Saat ini Tedy adalah komisaris pada satu perusahaan swasta dan Direktur Utama pada perusahaan lainnya. Dengan pengalaman kerja demikian, Tedy berpengalaman membantu berbagai persoalan bisnis dan investasi, termasuk soal perizinan dan ketenagakerjaan.

Muhtadin, S.H.

Lulusan Fakultas Hukum Universitas Bung Karno (2017). Pernah bekerja di perusahaan bidang pengadaan barang dan jasa di PT Korusindo Development Jointventure. Berpengalaman menangani perkara litigasi dan non litigasi terkait korporasi. Ahli di bidang hukum ketenagakerjaan, hukum keluarga, hukum kehutanan dan lingkungan, uji tuntas (legal due diligence), serta mengurus berbagai perizinan yang diperlukan perusahaan. Pernah mengikuti pelatihan tindak pidana korporasi dalam perusahaan sektor kehutanan yang diadakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Pernah pula mengikuti Pelatihan Pencegahan Tindak Pidana Korupsi di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 

Musyarofah Noor Rohmah, S.H., M.H.

Staf Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (2011-2014). Ia juga pernah membantu kerja Divisi Pengaduan Masyarakat di Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum yang tergabung dalam Tim Asistensi Satgas Pemberantasan Mafia Hukum (2010-2012). Pembantu Asisten di Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Pemberantasan Korupsi (2010-2011). Berpengalaman dalam sejumlah penelitian hukum, khususnya dalam bidang hukum perdata dan hukum lingkungan.

Wafdah Zikra Yuniarsyah, S.H., M.H.

Menyelesaikan studi sarjana di Fakultas Hukum Universitas Andalas dengan konsentrasi Hukum Tata Negara (2014) dan menyelesaikan studi magister di bidang Hukum Kenegaraan Universitas Gadjah Mada (2017). Mengawali karir sebagai Asisten Widyaiswara Madya pada Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial Republik Indonesia terkait regulasi di bidang kesejahteraan sosial (2013-2014). Berpengalaman dalam berbagai penelitian terkait peraturan perundang-undangan diantaranya, penelitian mengenai Tumpang Tindih Fungsi Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan dan Badan Pembinaan Hukum Nasional dalam Sinkronisasi dan Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan (2015), Penelitian mengenai Penerapan Sanksi Administrasi Biaya Paksa dalam Peraturan Daerah sebagai bahan kajian pembentukan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terkait Pengelolaan Sampah (2016), Kajian terhadap Undang-Undang Perpajakan (2018), dan berbagai penelitian lain di bidang peraturan perundang-undangan.

M. Raziv Barokah, S.H., M.H.

Menyelesaikan studi S1 dari Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta (2016) dan studi S2 di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (2020). Senior Lawyer di INTEGRITY dengan spesialisi pada bidang hukum administrasi negara dan hukum konstitusi. Memulai karir sebagai Peneliti Muda di SETARA Institute. Pernah berkecimpung di dunia commercial law sebagai Junior Lawyer di SSAP Law Firm dan corporate legal di PT SCG Readymix Indonesia. Kemudian menjadi Tenaga Ahli Anggota Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan Negara sebelum akhirnya bergabung dengan INTEGRITY Law Firm. Ketika mahasiswa merupakan aktivis dan organisatoris. Pernah menjabat sebagai Wakil Presiden BEM Ilmu Hukum UIN Jakarta dan Ketua Moot Court Community yang sempat membawa Hukum UIN Jakarta merajai kompetisi debat nasional. Ia sendiri berhasil memenangi beberapa kompetisi hukum nasional yakni Juara 2 Business Law Competition di Universitas Indonesia; Juara 1 Debat Hukum Nasional Padjajaran Law Fair di Universitas Padjajaran; Juara 1 Debat Antar Mahasiswa Nasional di Komisi Informasi Pusat RI; Juara 1 Debat Konstitusi Regional di Mahkamah Konstitusi RI; dan Juara 1 Debat Konstitusi Nasional di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.

M. Rizki Ramadhan, S.H.

Mendapat gelar sarjana hukumnya di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (2018). Aktif di berbagai organisasi mahasiswa internal fakultas dan acap kali terjun pada kompetisi sidang semu nasional. Ia menjuarai Kompetisi Sidang Semu Konstitusi Piala Ketua Mahkamah Konstitusi yang diselenggarakan oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia sekaligus 7 Besar Ahli untuk kategori individu dan 4 Besar Permohonan Judicial Review untuk kategori tim (2017). Sebelum bergabung bersama INTEGRITY, ia mengawali kariernya di beberapa law firm di wilayah Jakarta dan terlibat dalam penanganan beberapa permasalahan korporasi secara umum hingga perkara hukum litigasi korporasi seperti memberi opini hukum dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan perusahaan berupa salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) besar di Indonesia dan perkara gugatan wanprestasi jual beli barang impor.

Zamrony, S.H., M.Kn., CRA., CTL.

ZAMRONY is an expert advocate in the fields of constitutional and corporate laws as well as an authorized curator who deals with bankruptcy and debt suspension matters. He was an active participant in the country’s judicial monitoring community as the Director of Indonesian Court Monitoring. He was an assistant of the President’s special advisor of law, human rights and corruption eradication; an assistant of the Legal Mafia Eradication Task Force and an assistant of the Deputy Minister of Justice and Human Rights; and a member of the Legal Aid Working Group for the Poor at the Ministry of Justice and Human Rights.

Dra. Wigati Partosedono, S.H., LL.M.

Dra. WIGATI PARTOSEDONO, S.H., LL.M. began her career in an oil company. She was responsible for handling the shipment of crude oil and LPG products, as well as the preparation of various contracts. Prior to that, she worked for an export and import company. Since 1994, she has worked in several law firms as an advocate and is entrusted to handle corporate matters.

Harimuddin, S.H.

HARIMUDDIN, S.H. has been an advocate since 2000. He began his career in the government as an assistant of the President’s Special Advisor of law, human rights, and corruption eradication, the Head of the Public Complaints Division at the Legal Mafia Eradication Task Force, assistant of the REDD+ Task Force, and the Assistant Chief of the Presidential Working Unit for the Supervision and Management of Development (UKP4). Currently, he is a consultant in the Task Force of Illegal Fishing Eradication.

Tedy Indrajaya, S.T.

TEDY INDRAJAYA, S.T. is an experienced banker who previously worked as a Corporate Account Manager in a national banking institution. He is the expert of financing and funding products in banking. Currently, Tedy is a commissioner to a private company and the President Director of other companies. With such work experiences, Tedy is responsible in handling various business and investment issues, including licensing and employment issues.

Muhtadin, S.H.

Graduated from the Faculty of Law of Bung Karno University (2017). Was enrolled in the corporate crime in the forestry sector training held by the Corruption Eradication Commission (KPK). He was also enrolled in the Prevention against Corruption training held by the Ministry of Environment and Forestry. Previously worked for a goods and service company at PT Korusindo Development Jointventure. He had also worked as a supervisor at a hotel in Jakarta.

Wafdah Zikra Yuniarsyah, S.H., M.H.

Earned her master’s degree from Gadjah Mada University with a concentration in state law (2017). Was appointed Widyaiswara Madya Assistant at the Social Justice Education and Training Center of the Republic of Indonesia in charge of laws and regulations in the field of social justice (2013-2014). Conducted a research regarding the Functional Overlaps of the Directorate General of Law and Regulations and the National Legal Development Body in the Synchronization and Harmonization of Laws and Regulations (2015). Participated in the research on the implementation of penalties in the Regional Ordinance of the Special Region of Yogyakarta on the Administrative Penalty of Penalty Payment (2016).

Raihan Azzahra, S.H., MCL.

Adalah salah satu Associate di INTEGRITY Law Firm. Merupakan lulusan dari Universitas Gadjah Mada (2020) dengan gelar Sarjana Hukum dan dari International Islamic University Malaysia (2022) dengan gelar Master of Comparative Laws. Memiliki minat pada riset dan penulisan dengan fokus bidang hukum tata negara, hukum internasional, dan perbandingan hukum. Raihan telah menghadiri beberapa konferensi internasional untuk mempresentasikan hasil risetnya. Sejak bekerja di INTEGRITY, ia telah terlibat dalam menangani berbagai kasus yang sebagian besarnya adalah kasus menurut hukum Australia yakni terkait hukum perdata, bisnis, dan imigrasi.

M. Raziv Barokah

M. Raziv Barokah, S.H., M.H.

Earned his bachelor’s degree from the Faculty of Sharia and Law, Islamic State University (UIN) Jakarta in 2016. Currently undergoing his master’s program at the Faculty of Law University of Indonesia (UI). He is a Junior Lawyer specializing in administrative law and constitutional law. He started his career as a Junior Researcher at SETARA Institute. He has also been involved in the commercial law sector as a Junior Lawyer at SSAP Law Firm and Legal Officer at PT SCG Readymix Indonesia. He then became an Expert Staff at Commission III of the House of Representative of the Republic of Indonesia (DPR RI) prior to joining INTEGRITY. During his time in college, he was the Vice President of Law of the Student Executive Board and the Chairman of the Moot Court Community who helped mold his alma mater into one of the most prominent teams in the national law debate hemisphere. He himself has succeeded in winning a number of prestigious national law competitions such as the runner up in the Business Law Competition organized by University of Indonesia; the winner of Padjadjaran Law Fair National Law Debate; the winner of Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia National Debate; the winner of the Regional and National Constitutional Debates of the Constitutional Court of the Republic of Indonesia.

Abdulatief Zainal, S.H.

Graduated from the Faculty of Sharia and Law, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta with a concentration in business law (2018). He was active in the Moot Court Community organization and has achieved a number of academic milestones including the Semifinals of the Diponegoro Law Fair National Law Debate, 2nd Place in the Airlangga Law Competition National Law Debate, and Winner of the Regional and National Constitutional Debates of the Constitutional Court of the Republic of Indonesia (2015-2016). Aside from earning various kinds of awards and being actively involved in the world of academic competitions, he was designated the best participant in several workshops (“Knowing Legal Due Diligence and Legal Opinion”, Association of Capital Market Legal Consultants; “The School of Capital Market and Securities: Initial Public Offering in Indonesia”), both of which are held by the University of Indonesia.

M. Rizki Ramadhan, S.H.

Earned his law degree in 2018 from Syarif Hidayatullah Islamic State University Jakarta. Active in various internal student organizations and often participated in national moot court competitions. The winner of the Chief Justice Trophy of the Constitutional Court Constitutional Moot Court Competition in 2017, he was also the 7th Best Expert in the individual category and earned the Top 4 Applications Award in the team category. Prior to joining INTEGRITY, he had cultivated a vast legal experience from several law firms in the Greater Jakarta area and he was involved in several corporate agreements and litigations on behalf of several renowned companies, one of which is a state-owned company (BUMN).

Musthakim Alghosyaly, S.H.

Menyelesaikan jenjang pendidikan sarjana hukum di Universitas Hasanuddin, Makassar pada tahun 2019. Selama kuliah, terlibat aktif dalam gerakan antikorupsi kemahasiswaan serta diberi kesempatan menjadi Ketua Garda Tipikor Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin periode 2016-2017. Bersama Delegasi Unhas, ia meraih juara 1 dalam Kompetisi Legislative Drafting “Rancangan Undang-Undang Perikanan” di Universitas Indonesia (2016) sekaligus menjadi finalis dalam kompetisi serupa di Universitas Brawijaya (2017) dan Universitas Islam Indonesia (2018). Ditugaskan sebagai asisten dalam penelitian bertema State Accountability Revitalization di Provinsi Papua melalui kerjasama BPKP RI-Universitas Hasanuddin (2018). Terlibat sebagai peserta Karya Latihan Bantuan Hukum (KALABAHU) LBH Makassar (2018). Sebelum berkarir di INTEGRITY, ia mengabdi sebagai staf peneliti di Pusat Bantuan Hukum PERADI Makassar pada tahun 2019.

Tareq Elven, S.H.

Tareq menyelesaikan studi Sarjana Hukum di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2019. Sejak bergabung ke INTEGRITY Law Firm tahun 2020, Tareq telah menangani berbagai kasus di Mahkamah Konstitusi, seperti Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHPKADA) Gubernur Kalimantan Selatan Tahun 2020 serta Pengujian Undang-Undang ITE dan Undang-Undang Pemilihan Umum. Selain itu, Tareq juga berpengalaman menangani kasus sengketa pertambangan, pertanahan, kehutanan, dan perusahaan. Saat menjadi mahasiswa, Tareq pernah mengikuti Summer School di Istanbul University-Turki (2016) dan International Islamic University Malaysia (2017), mewakili Indonesia pada ASEAN Youth Forum di Manila-Filipina (2017), dan mendapatkan beasiswa penuh dari TEMASEK Foundation International pada program Learning Express di Singapore Polytechnic (2018). Tareq menerima penghargaan sebagai Mahasiswa Berprestasi Utama 1 tingkat Provinsi Yogyakarta dari Kopertis V-Kemenristekdikti (2017).

Caisa Aamuliadiga, S.H., M.H.

Caisa Aamuliadiga atau Diga mendapatkan gelar sarjana hukum dari Fakultas Hukum Universitas Andalas pada tahun 2016 dan Magister Hukum dari Universitas Indonsia pada tahun 2021. Selama masa studi di S1, Diga tercatat sebagai salah satu pendiri Komunitas Debat dan Penulisan Hukum serta pernah menjadi Presiden BEM Fakultas Hukum. Diga juga aktif mengikuti mengikuti kegiatan perlombaan penulisan hukum di beberapa universitas di Indonesia. Pada studi S2, Diga menulis tesis yang membahas mengenai persinggungan hukum kekayaan intelektual dengan hukum persaingan usaha.

Sebelum bergabung dengan INTEGRITY, Diga bekerja di Direktorat Investigasi pada Kedeputian Bidang Penegakan Hukum Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Di KPPU, Diga tergabung dalam tim yang menangani beberapa kasus penting seperti kartel penetapan harga tiket pesawat rute domestik, persekongkolan tender di sejumlah pembangunan jalan di Jawa Timur, kartel penetapan harga freight container rute Surabaya-Ambon, pemblokiran Netflix oleh perusahaan telekomunikasi dan lain sebagainya. Diga juga pernah menganalisis fenomena jabatan rangkap di sejumlah pengurus BUMN dan anak BUMN ketika di KPPU.

Gusti Ika Purnama Sari, S.H.

Merupakan lulusan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Pernah bertugas pada Staf Khusus Presiden di Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Pemberantasan Korupsi. Selain itu juga memiliki pengalaman tergabung dalam Tim Asistensi Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, dan bekerja sebagai Staf Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tahun 2011 – 2014. Saat ini menjadi bagian Legal Administrator di INTEGRITY Law Firm.

Anjas Rinaldi Siregar, S.H.

Mendapat gelar sarjana hukumnya di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (2021). Saat menjadi Mahasiswa, ia aktif di berbagai organisasi internal dan eksternal kampus. Tahun 2020 dipercaya sebagai Ketua Moot Court Community yang membawa UIN Jakarta mendapat banyak torehan prestasi di bidang debat hukum, karya tulis ilmiah dan peradilan semu. Ia sendiri berhasil menjuarai Kompetisi Peradilan Semu Pidana tingkat Nasional, Kompetisi Mediasi Nasional Piala Ketua Mahkamah Agung dan menjadi delegasi Kompetisi Peradilan Semu Konstitusi yang diselenggarakan oleh Mahkamah Konstitusi, hingga dinobatkan sebagai mahasiswa berprestasi (student achievement award).

Sejak bergabung dengan INTEGRITY ia telah terlibat dalam tim yang menangani perkara Judicial Review Presidential Threshold, gugatan Perbuatan Melawan Hukum oleh Penguasa (OOD), maladministrasi korporasi, sengketa administrasi pertambangan/sawit, persekongkolan perusahaan swasta dalam penyerobotan lahan negara dan penanganan kasus kecurangan CPNS 2019.

Amella Lismarina, S.P.

Amella Lismarina, S.P. Merupakan lulusan Universitas Gadjah Mada. Pernah bertugas di Divisi Teknik pada proyek KSO PT Hutama Karya – PT Bumi Karsa (2008-2011). Ia juga pernah membantu kerja pada Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, dan pada Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Pemberantasan Korupsi. Selain itu, bekerja sebagai Staf Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (2011-2013).

Sutrisno

Sutrisno adalah mahasiswa hukum semester 7 di Universitas Terbuka Indonesia. Sejak bergabung dengan INTEGRITY pada tahun 2019 sebagai paralegal, ia telah banyak membantu menangani kasus baik litigasi maupun non-litigasi. Beberapa kasus penting yang pernah turut ditanganinya adalah penyelesaian sengketa Pilpres 2019 dan Pilgub Kalsel 2020 di Mahkamah Konstitusi. Sifat rajin dan kerja kerasnya menjadikan Trisno sebagai sosok yang selalu dapat diandalkan dalam menangani berbagai kasus. Trisno akan selalu siap membantu untuk menangani perkara.

Deden Rafi Syafiq Rabbani, S.H.

Menyelesaikan studi sarjana hukum di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran pada tahun 2023. Mempunyai berbagai pengalaman dalam bidang penelitian dan penulisan hukum, dengan telah menghasilkan 8 (delapan) artikel jurnal ilmiah bereputasi nasional pada bidang hukum tata negara, hukum keimigrasian, dan hukum perdagangan internasional dari tahun 2020 – 2022.

Aktif mengikuti konferensi internasional dan nasional seperti Asian Law & Society Association (2022) di Vietnam dan Konferensi Hukum Tata Negara VII (2022) di Malang Indonesia. Tahun 2022 – sekarang telah bergabung di INTEGRITY dan terlibat dalam penanganan perkara pengujian undang-undang di MK maupun MA. Meraih penghargaan sebagai Runner-up Duta Peradilan Indonesia Tahun 2022 oleh Mahkamah Agung RI dan Juara 2 Debat INTEGRITY Scholarship I (2022).

Sarah Aisha Rizal, S.H., M.H.

Bergabung dengan INTEGRITY Law Firm di 2022. Lulus dengan gelar master dari Universitas Indonesia pada tahun 2020, ia fokus pada minatnya pada bidang hukum Sumber Daya Alam, khususnya kebijakan-kebijakan yang berdampak signifikan terhadap lingkungan hidup di masa yang akan datang. Sejak bergabung dengan INTEGRITY Law Firm pada akhir tahun 2022, Sarah telah terlibat dalam berbagai tim, menangani berbagai kasus mulai dari hukum imigrasi hingga hukum pidana. Dia juga telah menulis artikel tentang berbagai isu. Sebelum bergabung dengan INTEGRITY Law Firm, ia membantu dosennya dalam mempersiapkan dan mengajar Hukum Kehutanan di berbagai kelas (2022).

Zamrony, S.H., M.Kn., CRA., CTL.

Zamrony adalah advokat, kurator dan pengurus yang berwenang menangani perkara-perkara kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang. Zamrony juga memiliki sertifikasi brevet pajak dan izin khusus dari pengadilan pajak untuk menangani sengketa-sengketa perpajakan. Berkarier di pemerintahan sejak 2009 sebagai asisten staf khusus presiden bidang hukum, HAM dan pemberantasan KKN, asisten satgas pemberantasan mafia hukum, Staf Ahli di Komisi III DPR RI, hingga asisten Wakil Menteri Hukum dan HAM. Pernah berkecimpung di dunia NGO pengawasan peradilan sebagai Direktur Indonesian Court Monitoring. Zamrony terlibat di berbagai penyusunan kebijakan dan peraturan perundang-undangan, serta penelitian hukum lintas sektoral. Pernah aktif sebagai anggota Pokja Bantuan Hukum untuk Orang Miskin, Kemenkumham. Pada tahun 2013, dipercaya menjadi dewan redaktur tabloid notaris Indonesia. Tulisannya termuat di beberapa media dan jurnal.