Jakarta, Beritasatu.com – Pakar hukum tata negara yang juga mantan Wamenkumham, Denny Indrayana, menyatakan salah satu syarat dilakukannya amendemen konstitusi adalah apabila terjadi krisis besar yang memaksa.
Pada dasarnya, kata Denny, amandemen konstitusi adalah hal wajar. Hal ini karena konstitusi Indonesia merupakan living constitution yang dapat berubah sesuai perkembangan zaman. Namun, perubahan itu bisa terjadi apabila memenuhi sejumlah syarat. Salah satunya adalah kondisi krisis.
“Intinya harus ada situasi krisis. Itulah golden moment perubahan konstitusi. Kalau tidak ada, bisa dikreasi. Pertanyaan berikutnya, apakah mengkreasi momentum itu adalah kalangan elitis atau populis?” kata Denny Indrayana dalam diskusi yang digelar Forum Pemred, Selasa (7/9/2021).
Menurut Denny, penting untuk melihat pemenuhan syarat dilakukannya amendemen. Misalnya terkait substansi usulan penambahan masa jabatan presiden di konstitusi, harus dilihat apakah itu jadi concern publik atau tidak. Selain itu, soal partisipasi publik, apakah benar-benar memberikan dukungan yang masif terhadap amandemen, atau sebenarnya dukungan yang manipulatif.
Berbicara soal UUD 1945, Denny sendiri tak membantah ada yang perlu diubah. Salah satu yang disebutnya adalah soal pemilihan calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Menurutnya, dalam versi yang sekarang, UUD 1945 terlalu memberikan kewenangan dan monopoli yang besar kepada DPR.
“Akibatnya, salah satunya itu BPK menjadi semacam jatah parpol. Yang menjadikan BPK kita agak keluar dari tujuannya sebagai auditor negara. Menurut saya itu perlu diamendemen,” kata Denny.