Ini hikayat tentang ikan Tembakul dan Bakul purun. Pada segmen drama pemilihan gubernur Kalimantan Selatan 2020—2021, dua makhluk itu, ikan Tembakul sebagai suatu sikap, serta cara berpolitik Bakul purun perlu dicatat dan diceritakan. Sebagian untuk jadi bahan tawa yang menghibur, sebagian lagi untuk menjadi perenungan dan pembelajaran.
Ikan Tembakul dalam bahasa Banjar adalah timpakul. Di daerah lain disebut belodog atau belacak. Dalam bahasa Inggris namanya lebih keren, mudskipper, karena hobinya yang suka melompat-lompat di antara lumpur. Tampang ikan ini sangat khas. Kedua matanya melotot menonjol di atas kepala seperti mata kodok. Keahlian ikan ini adalah kemampuannya untuk bisa bertahan hidup di berbagai alam. Dapat hidup di atas tanah, di dalam lumpur, dan bisa pula di atas batang pohon.
Sebenarnya semangat bertahan hidup sang Tembakul patut ditiru, mampu beradaptasi pada situasi apapun. Namun, dalam budaya Banjar, sikap Tembakul atau “manimpakul” bermakna negatif yaitu licik, culas, suka mudahnya saja, tidak mau berjuang, hanya ikut yang menguntungkan dirinya. Di era perjuangan melawan penjajah, sikap “manimpakul” ditujukan pada para penghianat yang tidak memiliki pendirian. Orang yang berdiri di dua kaki. Pura-pura ikut berjuang, tapi pada waktu bersamaan berkawan dengan lawan.
Di masa pemilu, orang yang “manimpakul” akan mencari pihak yang paling menguntungkan. Bukan karena alasan perjuangan ideologis, tetapi lebih karena alasan praktis, alias urusan perut, tidak jauh-jauh dari lembaran uang. Dalam adat Banjar sikap “manimpakul” di hubungkan dengan peribahasa “umpat batang timbul”, harfiahnya ikut batang pohon yang muncul di arus air yang sedang mengalir. Maknanya, sang Tembakul akan segera meloncat ke kubu yang dianggapnya bakal menang, menguntungkan dan memakmurkan. Sama sekali tidak ada kalkulasi baik-buruk, benar-salah. Yang penting selamat, aman, nyaman, dan menebalkan kantong. Tembakul adalah oportunis.
Sikap tembakul ada di kelompok relawan, partai pendukung, ataupun para buzzerRp, yang hanya bergerak dengan hitungan untung-rugi. Semua kegiatan diproyekkan, dihitung dengan kalkulasi anggaran biaya. Para Tembakul tidak mengenal prinsip ikhlas yang bergandengan dengan kerja keras. Tembakul tidak mengenal nilai-nilai perjuangan. Bagi mereka itu adalah omong-kosong, mimpi di siang bolong.
Untuk kandidat seperti kami yang maju pilkada bukan semata dengan kekuatan modal uang yang jor-joran, maka para Tembakul tidak akan bisa bertahan hidup. Sekuat apapun daya bertahan hidup Tembakul, mereka membutuhkan hitung-hitungan rupiah untuk bertahan dalam barisan. Tanpa hitungan untung, nafas Tembakul tersengal, ibarat pasien Covid yang berada di ruang gawat darurat menunggu ajal. Bagi Tembakul, ada uang kandidat dibelai, tak ada uang kandidat baik parai (ditinggalkan).
Seorang pejabat parpol daerah mengatakan,
“Sulit mengharapkan kepada mereka para timpakul Pak. Mereka di 2015 ikut tim sukses, dan setelah selesai, sisa honor keuntungannya saja ada yang sampai Rp 200 juta. Tidak sedikit yang bisa membeli mobil baru”.
Saya tersenyum simpul, dan memberikan pengertian.
“Pak, kandidat di tahun 2015 waktu itu dan 2020 dengan saya, memang jauh berbeda. Kami memang memiliki prinsip tidak menjadikan uang sebagai kekuatan utama. Satu, logistik kami memang terbatas. Dua, kami ingin menorehkan catatan sejarah dan memberi contoh, bahwa maju dalam pilkada itu bisa dengan dana yang tidak perlu besar”.
“Relawan Haji Denny Difri adalah orang-orang pilihan. Yang berjuang pagi-siang-malam, bukan untuk mengharapkan imbalan uang. Tetapi karena harapan dan cita-cita perubahan. Kami mengharapkan Banua Kalsel yang lebih adil dan lebih sejahtera buat semua”.
Saya beruntung. Di kelilingi oleh para relawan militan. Sebagian kader partai juga bergabung dalam keikhlasan. Tidak semua parpol bergerak hanya jika ada uang, dan menjadi mobil mogok jika habis bensin untuk perjalanan. Tidak sedikit yang terus bekerja tidak kenal berhenti. Semangat relawan tidak pernah luntur, tidak pernah tidur. Tidak bisa saya sebutkan satu-persatu namanya, terlalu banyak, dan panjang untuk dituliskan.
Tetapi sebutlah satu di antaranya. Sebut saja namanya Wisnu, diambil dari nama salah satu dewa. Wisnu adalah orang cerdas dan taktis. Dengan para sahabatnya, dia terus bergerak ke seluruh wilayah pemilihan, dengan dana yang dikumpulkan sendiri. Setiap kali saya tanyakan apakah ada kebutuhan yang perlu kami bantu, Wisnu menolak. Baginya meminta uang kepada kami adalah hal yang tabu dan memalukan.
“Kanda maju sebagai calon gubernur saja sudah merupakan bantuan yang luar biasa bagi kami. Selama ini kami tidak ada harapan. Tidak ada yang berani mencalonkan diri. Semuanya takut. Yang dihadapi orang harat beduit (kuat dan kaya). Jadi, kami juga harus ikut berkorban. Kami yang harus membantu Kanda, bukan Kanda membantu kami”.
Mengharukan. Saya tahu kemampuan ekonominya tidak juga berlebihan. Tetapi semangatnya untuk ikut berjuang tulus ikhlas dengan kemampuan ekonominya yang terbatas, sangat layak dicatat dalam sejarah tinta emas, dan karenanya saya tuliskan.
“Haji Denny, berapa biaya untuk mencetak brosur perkenalan pian? Saya ikut menyumbang dua puluh lima ribu Rupiah”.
Pesan whatsApp itu datang dari seorang pedagang bawang di salah satu pasar induk di Banjarmasin. Dia mencetak sendiri dan memasang spanduk Haji Denny di warung kecilnya. Lalu berniat untuk mencetak brosur profil saya, dari menyisihkan keuntungannya yang tak seberapa dari berdagang bawang.
“Kami didatangi kubu sebelah. Ditanya digaji berapa ikut Haji Denny. Ketika dijawab, tidak bergaji, kami ditawari untuk bergabung menjadi relawan mereka. Dengan fasilitas gaji bulanan dan diminta membantu mencarikan suara dengan jaminan bantuan uang dan kenyamanan. Tawaran itu kami tolak. Kami memang butuh uang. Kami tidak kaya. Tetapi kami tidak ingin menjual suara kami. Kami ingin perubahan. Perjuangan dengan Haji Denny membawa harapan perubahan ke arah Banua yang lebih baik”.
Beberapa relawan kami bukan orang-orang berada, yang makanya wajar menolak tawaran uang. Tidak sedikit yang hidupnya susah dan kekurangan. Namun, harga diri mereka tidak terbeli. Dari para relawan militan yang demikianlah nasib Banua masih ada harapan. Haji Denny Difri tidak akan ada artinya berjuang, tanpa tetes peluh dan titik air mata pengorbanan mereka untuk Banua.
Pasti ada juga kelompok lainnya. Kubu yang bertolak belakang. Kubu Tembakul. Cirinya mudah. Dukungannya berubah-ubah. Pernah ikut kami, lalu ketika sadar tidak ada keuntungan finansial yang berlebih, mereka mulai goyah. Melompat cepat ke kubu kandidat lain. Ketika kandidat itu tidak mendapatkan kendaraan parpol untuk menjadi kandidat gubernur, pindah lagi ke kubu sebelah. Rekam digitalnya menjadi aneh dan lucu. Di awalnya berfoto mendukung Haji Denny. Tidak berapa lama berfoto dengan kandidat yang gagal maju menjadi cagub. Lalu, akhirnya hinggap di “umpat batang timbul” kubu sebelah.
Sebut saja namanya Wati, tentu bukan nama sebenarnya. Inilah potret Tembakul yang sempurna. Meloncat ke sana kemari, untuk bertahan mencari penghidupan, bukan karena prinsip hidup, tetapi lebih karena menjual diri, mengharap lembaran rupiah. Tembakul berkumpul dengan politik Bakul. Akhirnya, sudah menjadi sunatullah, perjuangan akan mengelompok orang-orang berdasarkan tingkah-polahnya. Sifat “manimpakul” menemukan tambatan sandarannya di cara berpolitik Bakul purun.
Politik Bakul purun adalah modus politik uang yang membeli suara pemilih dengan seolah-olah memberikan bantuan sembako. Senyatanya adalah uang bansos COVID 19 yang disalahgunakan sebagai alat kampanye. Sahdan Ketua Bawaslu mengatakan bansos tidak boleh dilekatkan dengan identitas kandidat, apakah gambar, nama atau tagline. Di dalam bakul purun ketiga-tiganya terang-benderang dihadirkan. Namun, pengawas dengan fasihnya mengatakan tidak ada politik uang. Meskipun bakul dan amplop-amplop ibarat hujan lebat deras bertebaran.
Para buzzerRp, dengan kontrak tebal rupiah, “manimpakul” Bakul purun sebagai bantuan yang dikemas seolah-olah pantas diberikan. Sebagaimana pengawas yang mata hatinya buta, para Tembakul buzzerRp paru-parunya pun sudah tidak bisa menghirup oksigen hidayah. Yang penting kontrak rupiah mengalir deras, maka modus haram politik uang disulap simsalabim menjadi berita zakat fitrah yang membawa berkah, padahal senyatanya musibah. Bagi buzzerRp tidak penting rakyat dibodohi dengan berita yang menyesatkan, tidak peduli siapa yang jadi kepala daerah, yang penting kontrak jalan, dan uang mengalir ke rekening penampungan.
Saat ini setelah pemilihan gubernur telah usai, kemanakah para Tembakul dan sang Bakul? Tugas mereka sudah pula selesai. Sang Tembakul dan buzzerRp akan mencari lagi proyek lain yang bisa menjadi sandaran hidup, sambil berdoa semoga bisa dapat cipratan proyek daerah atau jadi direksi dan komisaris BUMD, tidak perlu malu kalaupun caranya kolutif. Sedangkan pembagian bakul sembako, ikan, pisang, dan uang, juga berhenti, karena masa pemilu sudah tamat. Yang tersisa adalah penyesalan, terutama saat bala banjir bandang datang menerjang. Tidak ada batang timbul yang bisa dilompati untuk mencari selamat, karena rakyat bukanlah Tembakul. Rakyat hanya bisa bermimpi, mengharap datangnya Bakul yang tak lagi kunjung muncul-mencungul. (*)
10 Responses
Mantap pak haji, semoga perjuangan kita seberataan dapat di kenang anak cucu selebihnya jadi ladang pahala kita berataan .
Kadada perjuangan yang sia2 olon yakini itu, dan mari kita nikmati hikmah dari apa yang sudah kita berataan lakukan..
Wassalam 🙏
Insyaallah amanah dan saya tetap akan mendukungmu pada pemilu tahun 2024 ada dana atau tidak siap membela menjadi relawanmu pantang menyerah
Ulun Arini brjuang jdi relawan dari awal P Haji baru becalon,dg seiringx waktu uln trus jdi smp titik prjuangn,kmi relwan bukn team byaran,sungguh miris mun gsn banua sorg ,gsan ank cucu brjuang untuk mndptkan banua yg adil dan bijak,mkmur hrus meminta byaran,uln kdd mnyesalnya smp detik ini jdi relwan beliau,banyak yg diambil dri perjuangn kmi sbgai ladang phala amal jariah ..Allah kada suah guring kekalahan hanya sesuatu yg tertunda #Haram manyarah,Waja Sampai Kaputing#
Tetep “Hijrah Gasan Banua” kdd bakandoran..💪💪💪👈🙏🙏🙏n/b kami bukan *Team fuck cool*
Hehe… nonjok bgt mas… 👍🙂
Bangga berada di barisan Hijrah Gasan Banua. Ternyata uang bukan ukuran utk sebuah perjuangan, lbh kurang hampir 2 tahun bergabung tanpa bayaran, dan memang tdk pernah berharap..nyatanya kami relawan tetap hidup dan menghirup udara segar tanpa tercampur asap mana asap halal atau mana asap haram. Bersama H2D kami punya kebanggaan tersendiri .
Nang curang, mudahan dapat hidayah.
Insyaallah amanah dan saya tetap akan mendukungmu pada pemilu tahun 2024 ada dana atau tidak siap membela menjadi relawanmu pantang menyerah
Menurut ulun pian sudah menang pa haji, menang tanpa memakai duit gasan menarik suara.
sejak pian mencalon akan jadi Gubernur Kalsel, uln sudah yakin akan memilih pian dan menang sekiranya ada perubahan atau angin baru gasan Kalsel tapi sayang kenyataannya kebanyakan oknum masih kawa disumpali duit.
*Ini hanyalah Opini, kalau tersinggung berarti merasa.
InshaAllah kalaunya pian maju lagi di pemilihan yang akan datang, uln tetap memilih pian.
Semangat Pa Haji 🙏
Menurut ulun pian sudah menang pa haji, menang tanpa memakai duit gasan menarik suara.
sejak pian mencalon akan jadi Gubernur Kalsel, uln sudah yakin akan memilih pian dan menang sekiranya ada perubahan atau angin baru gasan Kalsel tapi sayang kenyataannya kebanyakan oknum masih kawa disumpali duit.
*Ini hanyalah Opini, kalau tersinggung berarti merasa.
InshaAllah kalaunya pian maju lagi di pemilihan yang akan datang, uln tetap memilih pian.
Semangat Pa Haji 🙏
Di Negara Oligarki orang bodoh yg tidak paham apa apa bisa jadi pemimpin,partai bisa jadi rental untuk mendukung kandidat tertentu.