Pamikiran Haji Denny
55 hari Menuju Hijrah Gasan banua
Banjir di Banjar
Hari ini saya berkunjung ke Desa Tunggulirang Ilir dan Kelurahan Keraton, Kecamatan Martapura, Kabupaten Banjir, ralat Kabupaten Banjar. Sambil duduk di warung bepandiran dengan warga, ulun sempat tesalah pandir, menyambat Kabupaten Banjar, menjadi Kabupaten Banjir. Itulah yang menjadi ilham bagi judul tulisan “Pamikiran Haji Denny” hari ini.
Sedih banar melihat kondisi dangsanak kita di kedua wilayah itu. Sudah lebih dari tiga bulan, banjir tidak kunjung surut. Dampaknya luar biasa, bukan saja rumah yang makin rusak, karena kayunya yang japuk, tetapi juga secara ekonomi, dangsanak kita banyak yang makin kesulitan karena makin ngalih untuk beusaha. Itulah sebabnya, bantuan dari pemerintah—di samping para donatur, menjadi tetap penting untuk menolong mereka yang tertimpa bencana berkepanjangan.
Banjir sudah lebih dari tiga bulan ini adalah fenomena yang luar biasa. Biasanya memang ada banjir, tapi yang panjangnya hingga lebih tiga bulan baru terjadi di akhir tahun 2001 dan awal 2002 ini. Tentu ada kontribusi curah hujan yang memang tinggi, tetapi saya yakin faktornya bukan hanya itu. Tentu harus dilakukan kajian menyeluruh apa penyebab banjir menjadi sedemikian betah, dan “banyunya (kada) lalu haja”. Salah satu tokoh masyarakat siang ini mengatakan sungai Martapura memang semakin dangkal, dari puluhan tahun lalu kedalamannya lebih dari 20 meteran, saat ini rata-rata tinggal 10 meteran. Data ini tentu perlu diverifikasi, tetapi intinya, tokoh tersebut ingin mengatakan sungai-sungai kita sudah semakin dangkal.
Ada lagi yang mengatakan, karena hutan-hutan semakin gundul. Kalau ini pelajaran tingkat SD, bahwa kalau ada penggundulan hutan, tanpa reboisasi, maka pasti akan terjadi banjir. Lalu, ada yang membicarakan soal tambang yang juga merusak lingkungan dan mengakibatkan banjir atau banyaknya alih fungsi lahan yang menyebabkan wilayah serapan air makin jauh berkurang, ataupun tersumbat.
Apapun penyebabnya, intinya saya meyakini di samping faktor curah hujan yang lebih tinggi, daya dukung lingkungan kita memang menurun drastis, dan itu disebabkan utamanya karena investasi yang tidak ramah lingkungan. Maka, perlu ada kajian serius yang menghadirkan kebijakan yang tidak hanya ramah investasi tetapi pada saat yang sama juga menjaga kelestarian lingkungan.
Bagaimana solusinya? Salah satunya, perlu ada penyelenggara negara yang berpihak kepada kebijakan ramah investasi dan lingkungan tersebut. Proses pemilu adalah salah satu yang dapat menghasilkan penyelenggara negara yang amanah demikian. Syaratnya, proses pemilihannya jauh dari praktik rente yang berujung balas budi kepada pemberi utang modal kampanye. Syaratnya, proses pemilunya harus mengharamkan berbagai modus politik uang, yang alih-alih melahirkan pemimpin yang amanah, tetapi sebaliknya menghadirkan pemimpin yang koruptif.
Selanjutnya, pemimpin yang amanah akan mendukung program antibanjir, tanpa menyunat dana proyeknya. Pemimpin yang amanah hasil pemilu yang bersih dari politik uang akan memilih pejabat utama yang menangani banjir dengan profesional, karena dipilih tanpa perlu menyetor upeti.
Bagaimana proses penanganan banjirnya? Sudah banyak kajian yang dilakukan, kesemuanya berkait dengan persoalan tata ruang, pembangunan infrastruktur, termasuk memperbaiki daya dukung lingkungan. Tata ruang dan lingkungan perlu satu paket kebijakan yang mengembalikan ketahanan lahan kita yang sudah kritis, kalau dalam bahasa teman-teman Walhi darurat tata ruang, yang mengakibatkan darurat bencana. Sedangkan infrastruktur misalnya saja realisasi pembangunan Bendungan Riam Kiwa, dan model infrastruktur lainnya yang merekayasa arus dan genangan air sehingga tidak merusak menjadi bencana banjir.
Kalau soal kebijakan antibanjir, semestinya sudah banyak pembicaraan dan perencanaan, tetapi yang sering langka adalah realisasinya. Bahkan, bukan hanya eksekusinya yang dikorupsi, tetapi tidak jarang sejak tahap program perencanaan pun, dananya telah menjadi rebutan untuk dimanipulasi. Dengan kondisi yang demikian, sekali lagi, yang tidak kalah penting bukan hanya program antibanjir yang baik, tetapi penyelenggara negara yang amanah. Sebagaimana yang saya katakan dalam kolom sebelumnya, kuncinya adalah “amanah”.
Sebagai penutup, kita tentu berdoa betul agar banjir yang terjadi Kabupaten Banjar, dan wilayah lainnya di Kalsel dapat segera surut. Namun berdoa saja tentu tidak cukup, harus ada ikhtiar keras untuk melakukan perbaikan, termasuk dalam menghadirkan pemimpin yang amanah. Kebijakan yang baik dan antikorupsi, termasuk antibanjir, tidak akan lahir dari pemikiran dan tindakan pemimpin yang curang, yang memenangkan pilkada dengan membeli suara rakyat. Kita perlu merenung juga, selain masalah kerusakan lingkungan, jangan-jangan bencana banjir yang datang tersebut adalah peringatan dan hukuman dari Allah Ta’ala karena praktik haram politik uang yang tetap marak dalam pemilu-pemilu kita.
Dalam Al Qur’an Allah SWT telah mengingatkan, “Dan musibah apa saja yang menimpa kalian, maka disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri, dan Allah mema’afkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)” (Qs. Asy-Syuura: 30). Wallahu’alam Bisshowab. (*)
5 Responses
Banua akan maju jika warganya menumbuhkan rasa cinta tanah air. Semangat membangun membantu pemerintah. Ini lah PR besar utk negeri ini. Kita terpecah karena isu RAS, sangat mudah sekali mengadu domba.
Berawal dari nawaitu nya yg baik dan ikhlas semoga dimudahkan Allah SWT. segala urusan nya d kemudian hari menjaga amanah rakyak Kal Sel.
Kedepan pertumbuhn kendaraan tinggi akibatkn macet jd soal yg musti diurai. “ketergantungan” kab/kota di kalsel kpd ibukota prov, banjarmasin, sebabkn penduduk di banjarmasin “bertambah” terutama saat “weekend” terlebih libur panjang. Keadaan inipun mustinya diurai sehingga peluang dan tantangannya bisa jd berkah utk warga. Semoga Bung Deny, dgn kepadatan pngetahuan pian bisa lakukannya, kelak ketika diambil sumpah mnjd gubernur Kalsel. Aamiin Yaa Rabb
Selain daerah resapan air mmg sdh sangat kurang. Hujan extrim yg melanda sebagian besar wilayah Indonesia, terlebih kalsel bukan tanpa sebab.
Hal itu terkait dg naiknya temperatur bumi kita, akibat global warming. Sdh kt ketahui kalimantan terletak di jalur katulistiwa. Pertanyaan mengapa kalbar n kalteng tdk terlalu terdampak.
Dg adanya global warming, kemudian byknya lubang tambang yg cukup byk tergenang air, jelas akan menyebabkan penguapan air yg sgt banyak sekali. Dg penguapan itulah akhirnya awan yg membw hujan akan seringkali terjd.
Kita lht saja wilayah mana saja yg paling terdampak, krn yg msk k sungai martapura adl dr daerah yg dulunya adl hutan lebat. Begitu yg kmrn di TALA n HST. Perlu kajian ulang mengenai reklamasi lubang2 tambang yg terjd.
Kt tdk melarang pertambangan, tp yg diperlukan adlh tata kelola yg tepat sasaran.
Debat Gub semalam tu, salah banar si Uncle beucap “banyunya lalu haja” bahnya dibukti akan lawan Ampun-NYA bukannya merasa bersalah malah memanfaatkan situasi lawan kondisi melarut akan bakul sama halnya lawan PSU nih untuk mencari pujian dan ketenaran.
setelah Keputusan MK untuk dilakukan PSU, hujan mulai turun dan air mulai naik lagi sebagai pengingat jangan tesalah pilih lagi.
apa yang ulun sampaikan hanyalah Opini, ulun minta rela lawan buhan pian.
Mudahan Haji Denny dan Haji Difri terpilih menjadi Gubernur Kalimantan Selatan, Amiiiinn 🙏🙏